Kisah di Balik Ketertarikan Profesor Indonesianis pada Hukum Indonesia
Utama

Kisah di Balik Ketertarikan Profesor Indonesianis pada Hukum Indonesia

Mulai dari datang ke Indonesia, ikut unjuk rasa saat reformasi, hingga menikah dengan orang Indonesia.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Menurut Simon, pada masa itu cukup banyak sekolah umum di Australia menyediakan kelas bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran pilihan. “Karena gurunya juga bagus, itu membuat saya mulai belajar mengenai Indonesia. Lama kelamaan bisa dikatakan jatuh cinta,” ujarnya.

Simon pertama kali berkunjung ke Indonesia sebagai siswa sekolah menengah atas dalam tur studi sekolah. Bersama teman-teman sekelasnya ia berkunjung ke Ubud, Bali. Mulai dari wisata hingga belajar pencak silat menjadi kenangan Simon tentang Ubud yang masih bernuansa pedesaan.

Memasuki pendidikan tinggi di Australian National University, Simon mengambil studi tentang bahasa Indonesia bersamaan dengan studi hukum. Selama studi sarjana ini Simon kembali berkunjung ke Indonesia di tahun 1995 melalui program The Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS). Ia belajar hukum Indonesia secara langsung di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. “Semacam pertukaran mahasiswa, waktu itu saya angkatan pertama ACICIS,” katanya.

Menyelesaikan studi sarjana di Australian National University dengan nilai tinggi, Simon berhak mengikuti program doktor tanpa perlu melewati jenjang magister. “Saya dapat nilai cukup bagus, lalu saya lanjutkan doktor dengan fokus hukum Indonesia. Topik saya tentang MK,” katanya.

Ia menuntaskan pendidikan doktor di University of Melbourne lewat bimbingan langsung Tim Lindsey. Bersama mentornya itu, Simon banyak berduet menulis karya tentang hukum Indonesia. Belum lama ini mereka menulis buku berjudul Indonesian Law. Buku yang diterbitkan  tahun 2018 lalu oleh Oxford University Press itu melengkapi literatur internasional tentang pengantar hukum Indonesia.

Menjadi seorang profesor hukum, Simon seolah meneruskan jejak ayahnya, Peter Butt, yang juga profesor bidang hukum agraria di Sydney Law School. Pada awalnya Simon tertarik meneliti pengadilan negeri di Indonesia. Ketertarikannya meneliti MK berawal dari putusan MK berkaitan kasus bom Bali. MK menyatakan UU No.16 Tahun 2003 yang memberlakukan Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak berlaku mengikat. “Itu menarik perhatian banyak orang Australia dan membuat saya mengubah fokus. Sejak saat itu saya banyak menulis tentang hukum Indonesia khususnya konstitusionalisme dan Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Simon mengatakan sudah membaca hukumonline sejak lama. “Mungkin pada hari pertama hukumonline itu terbit. Menyediakan berita hukum yang cukup dalam dan analisisnya lebih bagus dari media lain, dapat dipercayai.” katanya.

Ia pun mengaku lebih yakin untuk memeriksa koleksi peraturan perundang-undangan di pusat data hukumonline sebelum mengutipnya dalam karya ilmiah. “Jadi daripada saya ke situs web pemerintah atau fakultas hukum atau yang lain, saya selalu ke hukumonline untuk versi yang dapat dipercayai,” ujarnya.

Secara khusus Simon memberikan pesannya untuk hukumonline, “Tetap berjuang melakukan kinerja yang sudah dicapai. Jangan sampai kehilangan momentum yang sudah bagus sekali. Keep moving forward!,” kata Simon. 

4.Adriaan Bedner, Professor of Law and Society in Indonesia, Universiteit Leiden

Saya sangat tertarik karena mertua saya berasal dari Indonesia. Saya kenal dengan istri tahun 1988,” kata Adriaan Willem Bedner mengawali kisahnya kepada hukumonline. Adriaan mengaku belum tertarik pada hukum Indonesia saat memulai studi hukum di Universitas Amsterdam. Bahkan tidak ada perkuliahan terkait hukum Indonesia di sana.

Kisah cintanya dengan perempuan berdarah Indonesia mengubah jalan hidupnya hingga akhirnya menekuni hukum Indonesia. Adriaan rela repot-repot datang ke Universiteit Leiden untuk memenuhi minatnya belajar hukum Indonesia. Saya dapat informasi bahwa bisa ambil mata kuliah hukum Indonesia di Leiden, Van Vollenhoven Institute. Jadi saya pertama kali ke sana tahun 1991,” ujarnya.

(Baca juga: Kala Profesor Hukum Belanda Klarifikasi warisan Hukum Belanda di Indonesia).

Belum ada jenjang LL.B. dan LL.M saat ia kuliah hukum. Gelarnya masih Meester in de Rechten yang setara magister saat Adriaan selesai studi di Universitas Amsterdam tahun 1992. Ia langsung mendapat tawaran studi doktor tentang peradilan tata usaha negara Indonesia yang baru saja dibuat. Adriaan tertarik pada kasus pertanahan, kepegawaian, dan yang berhubungan dengan hak asasi manusia. Fokus saya lebih ke hukum administrasi, saya juga tertarik ke pidana,” katanya.

Bersamaan itu istri Adriaan juga ingin melanjutkan studi ke Indonesia. Tahun 1994 ia bersama istri dan anaknya pindah ke Bandung. Adriaan mengaku rajin bersepeda atau naik angkot ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Jalan Diponegoro kala itu. Tiap hari saya naik sepeda, waktu itu masih bisa, atau naik angkot ke PTUN di Jalan Diponegoro. Di sana saya pelajari putusan-putusan PTUN, wawancara hakim-hakim, main ping pong dengan pegawai pengadilan,” Adriaan melanjutkan ceritanya.

Tidak hanya karena pernikahan, Adriaan rupanya sudah mengenal Indonesia lewat neneknya. Neneknya lahir dan pernah tinggal di Indonesia. “Waktu saya masih anak-anak nenek saya suka cerita soal Indonesia. Nenek saya pergi ke Belanda tahun 1920 untuk studi hukum di Leiden. Seharusnya dia kenal dengan Van Vollenhoven,” kata Adriaan sambil tertawa.

Disertasi hasil penelitian selama delapan tahun ia pertahankan tahun 2000 di Universiteit Leiden. Sejak saat itu sejumlah penelitian dan publikasi ilmiah tentang hukum Indonesia mewarnai karier Adriaan sebagai ilmuwan hukum. Kini ia juga menjabat Head of Department of the Van Vollenhoven Institute for Law, Governance and Society (Leiden Law School, Leiden University).

Ia mengaku bahwa secara rutin mengamati perkembangan hukum di Indonesia. Terutama tentang dinamika hukum di masyarakat. Salah satu sumber penting yang disebutnya adalah hukumonline. “Informasi perkembangan hukum dan wawancara yang ada di hukumonline itu bagus sekali, saya suka, sangat penting itu, sangat membantu untuk memperbaiki hukum Indonesia,” katanya.

Tags:

Berita Terkait