Kisah di Balik Ketertarikan Profesor Indonesianis pada Hukum Indonesia
Utama

Kisah di Balik Ketertarikan Profesor Indonesianis pada Hukum Indonesia

Mulai dari datang ke Indonesia, ikut unjuk rasa saat reformasi, hingga menikah dengan orang Indonesia.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

“Ya karena dosen di Jepang pasti setiap hari datang ke kampus, makanya pasti bisa ketemu. Ternyata tidak bisa ketemu,” ujar Yuzuru diselingi tawa. Profesor Harkristuti Harkrisnowo (ahli hukum pidana Universitas Indonesia-red) yang kala itu menyapanya di ruang tunggu dan mempertemukan dengan almarhum Rudi Satrio Mukantarjo (ahli hukum pidana Universitas Indonesia-red) sebagai narasumber alternatif.

Beasiswa dari Japan Foundation membuat Yuzuru bisa kembali ke Indonesia tahun 1997. Ia melakukan penelitian selama setahun hingga tahun 1998 di Universitas Gadjah Mada. Judul disertasinya sempat ditolak karena dianggap mengancam misi persahabatan Jepang-Indonesia. Beasiswa untuk Yuzuru sempat dibatalkan.

“Penelitian saya tentang kebebasan pers Indonesia ya, makanya kantor perwakilan Japan Foundation di Jakarta menentang penelitian saya,” Yuzuru menambahkan. Akhirnya ia menerima saran koleganya untuk mengganti judul yang lebih aman. “Tapi saya tetap penelitian tentang kebebasan pers di sini sampai tahun 1998 pas jelang reformasi. Saya berangkat dari Indonesia Maret 1998 dan di Mei 1998 ada kerusuhan,” ia menambahkan.

Yuzuru sempat merasakan langsung ketegangan jelang reformasi. Ia mengaku pernah tidak ikut kuliah karena ikut aksi unjuk rasa bersama mahasiswa Indonesia. “Menarik sekali, karena setiap hari demo, saya juga pernah ikut demo, di Jogja itu demo aman kan,” katanya.

Tidak hanya pengalaman dan bahan penelitian untuk gelar doktor yang dibawanya kembali ke Jepang. Yuzuru juga membawa seorang perempuan asal Sleman, Yogyakarta sebagai istrinya. Ia pernah berseloroh, “Saya tidak bertanggung jawab untuk perbuatan pemerintah Jepang ke Indonesia di masa lalu, tapi saya bertanggung jawab penuh untuk satu perempuan Indonesia yang saya bawa ke Jepang.”

Yuzuru menyampaikan apresiasinya pada hukumonline, Untuk konten hukum memang hukumonline lebih membantu”. Ia mengaku sudah membaca hukumonline setiap minggu sejak tahun 2000. Bahkan ia tidak ragu mempromosikan hukumonline sebagai rujukan tentang hukum Indonesia, Di Jepang saya sering menulis tentang bagaimana mendapat informasi hukum Indonesia, saya selalu mengacu database hukumonline,” pungkasnya.

3.Simon Butt, Professor of Indonesian Law, The University of Sydney

Berawal dari terjebak harus memilih kelas bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama, Simon Andrew Butt saat ini menjadi Professor of Indonesian Law di Sydney Law School, The University of Sydney. “Saya mau melanjutkan belajar bahasa Prancis tetapi kelasnya full, saya terpaksa ambil kelas bahasa Indonesia,” kata ahli hukum yang akrab disapa Simon ini kepada hukumonline sembari tertawa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait