Disabilitas Bukan Batas, Ini Cerita Yasmin si Yuris Muda Indonesia
Utama

Disabilitas Bukan Batas, Ini Cerita Yasmin si Yuris Muda Indonesia

Punya mimpi menjadi notaris. Ingin untuk menyuarakan hak-hak difabel.

Ferinda K Fachri
Bacaan 6 Menit

Calon mahasiswa difabel tetap diharuskan untuk mengikuti proses ujian masuk seperti biasa. Selanjutnya, keluarga calon mahasiswa difabel akan dipertemukan dengan pihak fakultas untuk berkoordinasi dalam menunjang pembelajaran mahasiswa yang bersangkutan. Seperti Yasmin contohnya, ada kesepakatan lebih dahulu dengan pihak keluarganya untuk bersedia menghadirkan pendamping. Peran pendamping ini antara lain mendukung Yasmin selama masa perkuliahan seperti menuntun kursi rodanya.

“Pada saat itu semua sudah oke (keluarga bersedia menyediakan pendamping atau fasilitas tertentu dalam mendukung mahasiswa difabel), barulah kami bisa terima,” ungkap Rita. Ia menceritakan UEU pernah memiki dua mahasiswa disabilitas pendengaran. Mereka adalah penerima beasiswa dari organisasi nirlaba dari Amerika Serikat bernama DEAF Legal Advocacy Worldwide. Organisasi ini memiliki kegiatan untuk membantu mahasiswa difabel berkuliah mulai dari dibayarkan uang kuliah hingga disediakan penerjemah bahasa isyarat.

Keduanya akhirnya berhasil lulus dari UEU dengan menyandang predikat mahasiswa berprestasi. Salah satu di antaranya adalah Andi Kasri Unru yang sempat diberitakan Hukumonline sebagai advokat difabel pertama di Dewi Djalal & Partners (DDP). Saat ini pun di FH UEU masih ada mahasiswa difabel aktif yang menyandang autism spectrum disorder (ASD) dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Menurut Rita, para mahasiswa difabel tetap dapat menjalankan tugas studi dan perkuliahan dengan sangat baik. Justru mereka menunjukkan kelihaiannya dalam menuntut ilmu menggunakan cara masing-masing, bahkan dengan semangat yang tinggi. “Belajar adalah hak semua anak. Mereka (mahasiswa difabel) bisa dan mampu, nilai mereka itu bagus-bagus. Jadi terlihat sekali niatnya (untuk belajar). Makanya sayang kalau tidak diakomodasi (perguruan tinggi),” katanya.

Hukumonline.com

Wakil Dekan FH UEU, Rita Alfiana dan Yasmin menunjukkan sertifikat penghargaan yang diraih Yasmin. Foto: FER

Hingga tahun 2022, Hukumonline mencatat belum ada kebijakan khusus dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengelola pendidikan inklusif di jenjang pendidikan tinggi. Padahal, sudah terbit PP No.13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas tahun 2020 yang mulai menyebut pemenuhan kebutuhan khusus mahasiswa penyandang disabilitas.

Perlu diingat isi Pasal 10 huruf a UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas) bahwa, “Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a.mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”. Penjelasan pasal ini menguraikan “pendidikan secara inklusif” adalah pendidikan bagi peserta didik Penyandang Disabilitas untuk belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait