Proporsionalitas Lembaga Paksa Badan
Fokus

Proporsionalitas Lembaga Paksa Badan

Tidak sedikit masyarakat yang masih berpikiran skeptis terhadap lembaga Paksa Badan (gijzeling) bagi para debitur nakal. Mereka mengatakan Paksa Badan tidak menyelesaikan persoalan inti, yaitu kembalinya dana kreditur. Beberapa praktisi hukum malah menilai, dasar hukum lembaga Paksa Badan yang hanya berupa Peraturan Mahkamah Agung (Perma) jauh dari memadai.

Amr/APr
Bacaan 2 Menit

Djoko Sugianto dari Komnas HAM memandang dari sudut pandang debitur yang dikenakan Paksa Badan, acara Paksa Badan yang diatur Perma No.1 Tahun 2000 masih belum memenuhi asas proporsionalitas.  Perma No.1 Tahun 2000 yang mengatur lembaga Paksa Badan ini memang masih banyak mengandung kelemahan mendasar seperti itu.

Beberapa ketentuan dalam Perma No.1 Tahun 2000 merupakan ketetenuan hukum yang seharusnya menjadi porsi dari peraturan yang tingkatnya jauh lebih tinggi, yaitu undang-undang. Gagasan ini didukung oleh Muladi yang mengemukakan bahwa pengaturan pelaksanaan Paksa Badan terhadap debitur yang beritikad tidak baik, tidak boleh diatur secara khusus dalam Perma, melainkan harus dengan undang-undang.

Apalagi pasal 2 Perma No.1 Tahun 2000 dengan tegas mengatur bahwa Perma tersebut bisa mengatur menyimpang dari ketentuan HIR dan RBg, yang hierarkinya sama dengan undang-undang.

Agar dasar hukum Paksa Badan dapat dijalankan secara efektif, maka cacat-cacat yang ada di dalamnya harus segera diperbaiki. Utamanya, menyangkut upgrading atau peningkatan derajat peraturan perundangan yang akan mengaturnya, yaitu tidak lagi dengan Perma, melainkan dengan undang-undang.

 

Tags: