Ketua MK Arief Hidayat: Tidak Pernah DPR atau Partai Menitip-Nitip
Jelang Pilkada Serentak 2018

Ketua MK Arief Hidayat: Tidak Pernah DPR atau Partai Menitip-Nitip

Ketua MK Arief Hidayat pastikan MK netral. Untuk menjaga integritas, Arief mengaku sesama hakim MK sudah saling mengingatkan.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Jadi MK mau beranjak menjadi peradilan modern?

Sudah kami lakukan. Sejak awal kita memang menjadikan ini (MK) lembaga peradilan yang modern, yang salah satunya sesuai dengan azas peradilan harus cepat dan murah. Maka itu, cukup bisa begitu tuh sudah murah. Dari pada nanti misalnya ada saksi 20, didatangkan dari Papua, kan mahal sekali. Tapi, kebanyak saksi-saksi itu mau bersaksi kalau di gedung sini, sambil piknik lihat Monas.

 

Tapi, sebetulnya kita harus memberikan pengertian pada mereka bahwa melalui vikon saja tidak ada masalah. Itu sudah legal dan sah, tidak (perlu) bersusah payah (datang ke MK), sehingga nanti kalau (peserta Pilkada) menang, yang menang juga tidak mengeluarkan uang banyak. Kalau tidak mengeluarkan uang uang banyak, otomatis dia tidak korup nanti kalau jadi pemimpin yang baik.

 

(Baca Juga: Catatan untuk MK di Tahun Politik)

 

Dari pada kalau di sini, saksinya 10 didatangkan dari Papua sana, berapa (uang) harus dihabiskan? Tidur di hotel sini berapa hari? Mahal sekali. Nah, jadi sistem yang kita bangun adalah sistem dalam rangka mendukung peradilan yang cepat sederhana dan murah. Salah satunya pakai vicon karena vicon juga memerlukan biaya, dan DPR sudah menyetujui, pemerintah juga sudah menyetujui untuk menyelenggarakan vicon. Anggarannya kan sudah disediakan DPR dan pemerintah. Sekarang sudah ada 43 (perguruan tinggi yang menyelenggarakan vicon).

 

MK sendiri menjamin akan netral?

MK selama ini netral, tidak ada masalah, tidak diragukan lagi. Saya selalu berpesan kepada seluruh sistem yang dibangun di MK itu harus netral, tidak memihak. Dan, kita bisa lihat, misalnya sudah kita lakukan perbaikan-perbaikan. Pada masa yang lalu itu kan ada pencurian dokumen katanya. Tapi, sebetulnya dokumen itu hilang juga tidak bermasalah. Kenapa? Yang diperiksa kan perbaikan permohonannya. Perbaikannya tidak hilang.

 

Tapi, itu menunjukan bahwa ada orang luar yang berkepentingan dan ada orang dalam yang tidak disiplin, sehingga saya waktu itu bilang, segera dipecat anak ini. Dipecat, laporakan polisi! Orang itu kan juga dipidana, sudah diproses (hukum).

 

Sistem seperti apa yang diperbaiki MK agar kasus pencurian seperti tahun 2017 lalu tidak terulang?

(Belajar dari pengalaman) Kita harus membangun sistem. Sebetulnya dia mencuri itu sudah ketahuan kerena lingkungan di sini, semuanya ada CCTV (closed-circuit television) nya, sehingga orang yang mengambil dokumen pun sudah dapat segera diketahui itu siapa.

 

(Baca juga: Jangka Waktu Penyelesaian Pilkada 45 Hari Kerja)

 

Kemudian, sekarang sistem kita sudah memperbaiki. Begitu ada permohonan, sekerang sudah kita upload  (unggah). Sudah diupload, menjadi milik publik kan? Untuk apa dicuri lagi? Tidak da ada kepentingannya. Itu sudah kita perbaiki langsung. Begitu ada pencurian, kami putuskan bersama, langsung di-upload. Untuk apa tidak di-upload? Ini punya publik memang.

 

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunggah dokumen tersebut?

Upload-nya bisa langsung jam. Begitu itu (permohonan) masuk, kan mereka selain bukti fisik permohonan, harus melampirkan softcopy-nya kan. Softcopy inilah langsung begitu dikasih nomor, BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi) lengkap, langsung di-upload, sehingga sudah langsung menjadi milik publik. Jadi, tidak mugkin itu dicuri lagi. Untuk apa mencuri itu kan?

 

Mengenai penanganan perkara di MK, kita masih ingat kasus Patrialis dan Akil Mochtar. Bagaimana cara MK menjaga integritas para hakim MK?

Nah, itu tergantung pada masing-masing hakim. Sekarang kita setelah ada kasus-kasus yang terakhir menyangkut masalah hakim, kita itu mencoba untuk saling mengingatkan. Jadi, memang Ketua (MK) tidak bisa memerintahkan (para hakim MK). Itu kan tergantung pada hakim. Hakim itu kan mempunyai kedudukan yang sejajar, kolektif kolegial. Posisi ketua dan wakil ketua itu kan hanya (garis) koordinatif, sehingga sekarang kita sepakat untuk saling mengingatkan harus selalu berhati-hati.

 

Apa MK juga membuat sistem pengawasan untuk hakim?

Sistemnya, bagaimana sistemnya? Tapi, kan sebetulnya kita ada dewan etik yang menjaga kita, ya kan? Ternyata dewan etik juga efektif, ketua saja diperingatkan, coba, meskipun begitu.

 

Apa menjelang Pilkada ini ada partai politik yang "menitip-nitip" sesuatu kepada bapak?

Tidak ada. Saya selama ini, meskipun saya (menjadi hakim MK) dari (jalur) DPR, ada dua orang (hakim MK) lagi yang dari DPR, tidak pernah DPR atau partai "menitip-nitip", tidak pernah. Itu saya berterima kasih pada teman-teman partai, pada teman-teman di DPR, bahwa mereka sudah tau posisi kita masing-masing.

 

Pesan MK jelang Pilkada serentak 2018?

Saya mau menyampaikan bahwa selama ini saya berterima kasih kepada semua pihak, terutama para calon. Begitu kita putus, mereka akan menerima putusan MK. Kemudian, saya mengapresiasi KPU dan seluruh jajarannya, serta Bawaslu, bahwa pada Pilkada serentak 2015, 2016 ini sudah menunjukan suatu perbaikan yang luar biasa. Karena apa? Karena data dokumen perhitungan suara semuanya terdokumentasikan dengan baik, sehingga pada waktu persoalan itu diajukan ke MK, MK mendapatkan data yang valid dan akurat.

 

Saya juga berterima kasih kepada DKPP. DKPP yang mampu menjaga netralitas, Bawaslu menjaga netralitas, sehingga semakin ke sini penyelenggaran Pilkada semakin berkualitas. Sebab, sekarang kalau kita bertanya, misalnya ada nggak datang mengenai ini? Dokumen ini ada nggak? KPU selalu sudah siap.

 

(Berbeda) Waktu misalnya Pileg (Pemilu Legislatif) 2014 dulu, saya kan sudah ikut (menjadi hakim MK). Wah itu msh sangat... tapi sekarang sudah sangat bagus, sejak KPU periodenya Pak (Husni) Kamil Manik, itu sudah menunjukan yang luar biasa. Ada perbaikan-perbaikan dan sekarang sudah lebih baik. Kami harapkan itu ditingkatkan, sehingga memudahkan kami.

 

Kemudian, juga kepada kepolisian saya mempunyai harapan bahwa kerawanan itu ternyata kerawanannya sejak di tingkat pencoblosan sampai ke rekapitulasi di kabupaten/kota atau provinsi. (Ada) Kasus-kasus tidak bisa selesai menghitung suaranya karena kotak suaranya hilang. Ada kotak kotak suara yang dirampok, hilang, sehingga tidak bisa dihitung secara lengkap.

 

Oleh karena itu, pengamanannya sejak di TPS, pengamanan untuk saksi, pengamanan untuk pemilih, pengamanan untuk penyelenggara itu mesti dilakukan sampai pengamanan pada kotak dan dokumen-dokumen itu perlu diperhatikan.  

 

Tags:

Berita Terkait