Judicial Review Ketentuan DPT Pilpres Akan Diputus Instant
Berita

Judicial Review Ketentuan DPT Pilpres Akan Diputus Instant

Perkara permohonan ini diproses ‘super cepat' karena dampak dari putusan ini dinilai sangat signifikan, sehingga harus diputuskan sebelum hari H.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
<i>Judicial Review</i> Ketentuan DPT Pilpres Akan Diputus <i>Instant</i>
Hukumonline

 

Berapapun itu walaupun satu tidak seharusnya ia kemudian dihilangkan haknya, karena sistem pemilu kita dalam hal pendaftaran bersifat pasif, bukan aktif seperti di negara lain, tegas Refly. Pasif di sini ditafsirkan Refly, sekalipun berdiam diri dan tidak mengecek, kewajiban pendaftaran berada di penyelenggara pemilu. Makanya, kata Refly, menjadi tidak adil jika kelalaian pemilu tidak mendaftarkan warga negara dalam DPT mengakibatkan hilangnya hak konstitusional warga negara. 

 

Usai sesi tanya jawab dan saran perbaikan permohonan, Ketua Panel Mahfud MD langsung menggelar musyawarah singkat. Kami panel sepakat dalam permusyawaratan singkat baru saja ini, bahwa sidang akan dibuka untuk sidang pleno nanti jam 17 sore. Jadi, saudara (para pemohon, red.) diundang secara resmi melalui forum ini, tidak usah lagi dihubungi oleh panitera, kata Mahfud menjelang berakhirnya sidang.

 

Sidang pleno nanti, lanjut Mahfud, juga akan langsung membacakan putusan. Ia menjelaskan perkara permohonan ini diproses ‘super cepat' karena dampak dari putusan ini sangat signifikan. Sehingga harus diputuskan sebelum hari H, pungkasnya seraya mengetuk palu menutup sidang.

 

Sebagai catatan, Mahfud sebelumnya pernah mengutarakan ‘pesimis' permohonan DPT Pilpres ini bisa diproses. Waktu yang mepet menjadi alasan utama yang ketika itu dikemukakan Mahfud.

 

Sinyal positif

Selepas sidang, Refly mengaku tidak menyangka Panel memutuskan untuk menggelar sidang lanjutan sekaligus pembacaan putusan pada hari yang sama. Refly menduga Panel MK tanggap melihat perkembangan wacana publik seputar masalah DPT, sehingga memproses perkara permohonan ini secara cepat. Refly berharap MK mengeluarkan putusan yang dapat menjebol ‘dinding penghalang' bagi warga negara yang tidak terdaftar untuk memilih.   

 

Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (CETRO) Hadar Navis Gumay mengapresiasi kesigapan Panel Hakim Konstitusi. Menurut Hadar, Panel sangat mempertimbangkan pelaksanaan pilpres yang akan digelar dua hari lagi. Makanya, Panel langsung menggelar sidang pleno. Baginya, keputusan Panel menggelar sidang pleno secara ‘instant' adalah sinyal positif. Mudah-mudahan nanti sore kita punya kabar gembira, dan mereka (MK) betul-betul bisa menjadi penyelamat untuk pemilu kita, ujar Hadar berharap.

 

Apabila ‘kabar gembira' itu benar terjadi, menurut Hadar, maka semua pihak harus tunduk pada Putusan MK. Hadar berpendapat pasca putusan nanti tidak perlu berlarut-larut memperdebatkan apakah perlu perpu atau tidak. KPU, lanjutnya, cukup menerbitkan peraturan yang mengatur teknis penggunaan hak pilih warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT.

 

Cukup satu lembar yang menyatakan bahwa itu (warga yang tidak terdaftar) dibolehkan, dengan teknis cukup menunjukkan kartu identitas atau yang lain, dan biar tidak kisruh ditambah ‘sepanjang kertas suara masih tersedia', Hadar mengusulkan substansi peraturan KPU menindaklanjuti jika permohonan ini dikabulkan.

Jika Museum Rekor Indonesia menyaksikan persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), hari ini (6/7), sebuah rekor pasti akan lahir. Rekor bernama ‘persidangan tercepat di Indonesia' pantas diberikan kepada Panel Hakim Konstitusi yang memeriksa perkara permohonan pengujian UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Sedianya, persidangan kali ini mengagendakan pemeriksaan pendahuluan permohonan yang diajukan oleh Refly Harun dan Maheswara Prabandono.

 

Sebagaimana diketahui, permohonan Refly dan Maheswara membidik dua pasal dalam UU Pilpres. Pertama, Pasal 28 yang mengatur tentang kewajiban warga negara terdaftar sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilih mereka. Kedua, Pasal 111 ayat (1) yang mengatur tentang dua kategori pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara yakni terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tambahan.

 

Sesi tanya jawab seperti laiknya pemeriksaan pendahuluan memang terjadi. Anggota Panel Harjono, misalnya, menanyakan seputar pengalaman para pemohon terkait masalah DPT. Kepada Panel, Maheswara yang tidak terdaftar dalam DPT pemilu legislatif lalu, mengaku sempat memprotes secara kekeluargaan kepada Ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya. Mereka (Ketua RT) minta maaf karena tidak terdaftar dalam DPT, dan aturan DPT stick (tetap mengacu, red.) pada Pasal 20 UU Pemilu Legislatif, tuturnya menirukan penjelasan Ketua RT.

 

Selain minta maaf, lanjut Maheswara, Ketua RT di lingkungannya juga mengaku tidak tahu tentang masalah DPT. Ketua RT beralasan hanya menjalankan instruksi dari RW, sedangkan RW hanya menjalankan instruksi dari kelurahan, dan seterusnya. Makanya, Maheswara tidak melihat indikasi kesengajaan yang dilakukan Ketua RT di lingkungannya. Padahal, di lingkungan RT tersebut ada sekitar 20 persen dari total 150 warga yang tidak terdaftar.

 

Pengalaman ini, dikhawatirkan Maheswara akan terulang pada ajang pilpres 8 Juli nanti karena hingga saat ini informasi seputar DPT tidak jelas. Publik tidak tahu apakah mereka terdaftar dalam DPT atau tidak. Kami khawatir pada hari H hak konstitusional kami yang dijamin oleh undang-undang dan sejumlah peraturan dinegasikan lagi sehingga tidak bisa memilih, tambahnya.

 

Menyambung koleganya, Refly mengatakan masalah DPT tidak semata terkait jumlah berapa orang yang tidak terdaftar. Tidak ada yang bisa memprediksikan secara pas, tetapi semua yakin pasti ada yang tidak tercantum, tukasnya. Bagi Refly, yang terpenting bukan berapa yang tidak terdaftar tetapi lebih pada hak konstitusional warga negara yang terlanggar karena tidak bisa memilih.

Halaman Selanjutnya:
Tags: