Berbohong dan Bertele-tele Perberat Tuntutan Antony Zeidra Abidin
Berita

Berbohong dan Bertele-tele Perberat Tuntutan Antony Zeidra Abidin

Penasehat hukum Antony balik menuding Hamka yang justru berperan lebih banyak, karena proses pembagian uang dijalankan oleh Hamka.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Berbohong dan Bertele-tele Perberat Tuntutan Antony Zeidra Abidin
Hukumonline

 

Terdakwa II mempunyai peran yang lebih aktif dan berinisiatif untuk melakukan pertemuan maupun berhubungan dengan Rusli Simanjuntak dan Asnar Azhari berkaitan dengan permintaan uang yang sekaligus menentukan tempat penyerahan, papar penuntut umum mempertegas alasan yang memperberat tuntutan terhadap Antony.

 

Inisiatif diyakini penuntut umum, memang berawal dari Antony. Pasca rangkaian rapat kerja dengan Bank Indonesia (BI), Antony yang saat itu duduk di Komisi IX DPR mengadakan pertemuan dengan Rusli Simanjuntak dan Asnar Ashari mewakili BI. Dalam pertemuan itulah, Antony mengatakan DPR membutuhkan Rp40 milyar. Rinciannya, Rp15 milyar untuk penyelesaian masalah BLBI dan Rp25 milyar untuk amandemen UU BI.

 

Permintaan Antony tidak disanggupi seluruhnya, karena tarif untuk amandemen UU BI turun menjadi Rp16,5 milyar. Jadi, total hanya Rp31,5 milyar yang digelontorkan BI. Proses penyerahan dilakukan secara bertahap, untuk urusan BLBI tiga tahap, sedangkan untuk amandemen BI dua tahap.

 

Soal tempat penyerahan, keterangan Antony bertolakbelakang dengan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan. Para saksi mengatakan salah satu tempat penyerahan di kediaman Antony di jalan Gandaria Tengah No. 5, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam persidangan, Antony berulang kali membantah dengan alasan rumah di Gandaria belum ia tempati saat penyerahan uang tersebut.        

 

Meskipun inisiatif berasal dari Antony, namun bukan berarti Hamka tidak terlibat sejak awal. Penuntut umum menyatakan kedua terdakwa terbukti bekerja sama untuk meminta sejumlah dana ke BI. Saat penyerahan uang, misalnya, Hamka selalu menemani Antony baik itu saat di Hotel Hilton maupun di kediaman Antony di jalan Gandaria.

 

Keduanya, menurut penuntut umum, telah terbukti menerima hadiah berupa uang dari Rusli dan Asnar sebesar Rp31,5 milyar, sebagian Rp3 milyar disisihkan sebagai imbalan untuk Rusli dan Asnar. Dana yang digelontorkan BI diyakini penuntut umum jelas dimaksudkan untuk menggerakkan kedua terdakwa untuk melakukan sesuatu, yakni menggalang seluruh anggota Komisi IX untuk menghindari resistensi terkait penyelesaian BLBI. Untuk amandemen BI, uang Rp16,5 milyar juga dimaksudkan untuk pembahasan sejumlah pasal yang mengatur tentang lembaga otoritas jasa keuangan dan pembentukan dewan supervisi.  

 

Tindakan-tindakan Antony dan Hamka dinilai penuntut umum bertentangan dengan kewajiban mereka selaku anggota DPR. Keduanya juga dinyatakan melanggar Keputusan DPR No. 03B/DPR RI/I/2001-2002 tanggal tentang Kode Etik DPR. Dalam Bab IX keputusan itu ditegaskan anggota DPR tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi.

 

Peran Hamka

Maqdir Ismail, penasehat hukum Antony, membantah isi tuntutan yang menyatakan kliennya berperan lebih aktif dibandingkan Hamka. Maqdir menuding ada upaya menjadikan kliennya sebagai kambing hitam. Ia mempertanyakan proses pendistribusian uang dari BI yang hampir tidak disinggung oleh penuntut umum. Makanya, Maqdir tegas menilai tuntutan terhadap Antony tidak adil.

 

Ini masalah penilaian penuntut umum, seolah-olah Antony lebih banyak perannya, padahal Hamka justru yang membagi-bagikan uang ke sejumlah anggota Dewan, papar Maqdir.

 

Menurutnya, Hamka justru yang memiliki peran paling signifikan karena rangkaian perbuatan yang didakwakan penuntut umum, dapat dinyatakan sempurna ketika dana dari BI itu dibagi-bagikan. Harusnya Hamka yang lebih tinggi karena penyelesaian misinya ada di Hamka, tukasnya.   

Dua mantan rekan sejawat itu masih duduk bersebelahan menghadap ke podium majelis hakim. Hamka Yandhu di kursi kiri, Antony Zeidra Abidin di kursi kanan. Ekspresi wajah keduanya tampak sama tegangnya. Namun, ketegangan Antony tampak meningkat begitu penuntut umum Rudy Margono menuntaskan pembacaan tuntutan.

 

Menghukum Terdakwa II Antony Zeidra Abidin dengan pidana penjara enam tahun, denda Rp300 juta subsidair enam bulan pidana kurungan, cetus Rudy membacakan bagian akhir tuntutan.

 

Sementara, untuk Hamka selaku Terdakwa I, penuntut umum meminta majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara serta denda Rp300 juta subsidair enam bulang pidana kurungan. Baik Antony maupun Hamka, juga dituntut membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp10.862.500.000.

 

Penuntut umum memiliki alasan kenapa Antony dituntut lebih berat dari koleganya. Antony, menurut penuntut umum, tidak hanya tidak mendukung upaya pemberantasan KKN dan mencemarkan citra lembaga DPR. Politisi Partai Golkar ini juga dinilai memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak jujur selama persidangan berlangsung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: