UU Rahasia Negara Bisa Hambat Penegakan Hukum
Utama

UU Rahasia Negara Bisa Hambat Penegakan Hukum

Jika saja rancangan awal ini disahkan sekarang, RUU Rahasia Negara bakal jadi momok bagi penegakan hukum. Penindakan korupsi bisa tersendat. Waspadai klausul sanksinya. Hukuman seumur hidup siap menyergap.

Oleh:
Rzk/Her
Bacaan 2 Menit
UU Rahasia Negara Bisa Hambat Penegakan Hukum
Hukumonline

 

Selama ini, ungkap Danang, ICW kerap kali terbentur dengan dalih ini dokumen rahasia negara apabila ingin meminta suatu dokumen terkait pembongkaran suatu kasus. Itu pun belum ada undang-undang ini, apalagi kalau nanti jadi diundangkan, ujarnya. Kejadian yang dialami ICW bisa jadi juga menimpa lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila RUU Rahasia Negara diundangkan.

 

Suatu hari nanti, lanjut Danang, taji KPK membongkar suatu kasus korupsi mungkin akan tumpul karena tidak bisa memperoleh alat bukti berupa dokumen, karena dikategorikan sebagai kasus negara. Mengerikan, perancang RUU ini sepertinya orang yang hidup di masa lalu, tukasnya, karena RUU ini bertentangan dengan spirit pemberantasan korupsi.

 

Dewan Rahasia Negara

Menurut Agus, ketakutan Danang sangat beralasan mengingat betapa luasnya kewenangan yang diberikan RUU ini kepada instansi negara dan publik dalam menafsirkan suatu dokumen sebagai rahasia negara. Parahnya, tidak ada mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyeimbangkan dua kepentingan. Yakni, maksud untuk merahasiakan informasi di satu sisi serta kepentingan publik untuk memperoleh informasi di sisi seberang.

 

Dengan kata lain, kriteria kerahasiaan negara tidak mempertimbangkan kepentingan publik atas kebebasan informasi, dan hanya berpijak kepada kepentingan pemerintah atau negara, papar Agus.

 

Kepentingan publik bahkan semakin terabaikan karena Dewan Rahasia Negara sama sekali tidak memberi ruang bagi publik. Dewan ini merupakan organisasi yang harus dibentuk -seperti amanat beleid ini. Coba tengok komposisi keanggotaannya yang hanya terdiri dari para menteri dan pejabat tinggi negara.

 

 

Pasal 6

Rahasia negara dikategorikan sangat rahasia apabila rahasia negara tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan/atau keselamatan bangsa.

Pasal 7

Rahasia negara dikategorikan rahasia, apabila rahasia negara tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat mengakibatkan terganggunya fungi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum.

Pasal 25

(1) Keanggotaan Dewan Rahasia Negara terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap.

(2) Anggota tetap Dewan Rahasia Negara dari:

a.     Menteri Pertahanan;

b.    Menteri Dalam Negeri;

c.     Menteri Luar Negeri;

d.    Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;

e.    Menteri Komunikasi dan Informatika;

f.      Jaksa Agung;

g.    Panglima Tentara Nasional Indonesia;

h.    Kepala Kepolisian republik Indonesia;

i.      Kepala Badan Intelijen Negara;

j.      Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia; dan

k.     Kepala Lembaga Sandi Negara.

 

(3) Anggota tidak tetap Dewan Rahasia Negara ditunjuk oleh Ketua Dewan Rahasia Negara sesuai dengan kebutuhan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Dewan Rahasia Negara diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 35

(1)Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengetahui dan/atau menyebarluaskan informasi rahasia negara berklasifikasi Sangat Rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak mengetahuinya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama seumur hidup dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)Dalam hal informasi rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berklasifikasi Rahasia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, setiap orang dalam masa perang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).

 

Tanpa adanya unsur perwakilan publik, sulit dibayangkan Dewan Rahasia Negara akan mempertimbangkan kepentingan publik atau warga negara dalam proses perahasiaan informasi atas nama kepentingan negara, kata Agus. 

 

Agus berpendapat pembahasan RUU Rahasia Negara merupakan pekerjaan yang tidak perlu atau bahkan sia-sia. Karena, faktanya ketentuan mengenai rahasia negara sudah tercantum di KUHP dan UU KIP. Lebih dari 10 pasal terkait rahasia negara termaktub di KUHP, sementara UU KIP menyediakan bab khusus yang mengatur pengecualian informasi yang mencakup substansi rahasia negara.

 

Euforia kebebasan informasi yang diusung oleh UU KIP ternyata hanya berumur pendek karena dengan akan dibahasnya RUU Rahasia Negara oleh parlemen, maka akan ada ancaman baru, kata Agus.

 

Apabila nanti diundangkan, Agus khawatir UU Rahasia Negara akan menciptakan proses pemerintahan sebagai bentuk rejim kerahasiaan dan ketertutupan. Suatu rejim yang berhak menentukan sendiri kepentingannya serta batas-batas transparansi dan akuntabilitas yang harus mereka jalankan. Substansi RUU Rahasia Negara, menurut Agus, menunjukkan pemerintah masih menempatkan kepentingan birokrasi untuk merahasiakan informasi di atas kepentingan publik.

 

Kategori Kerahasiaan dan Sanksi

Mari kita intip beberapa poin krusial lainnya. Kerahasiaan negara dapat dikategorikan menjadi dua. Yakni, sangat rahasia serta rahasia. Kategori sangat rahasia jika menyangkut ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Sedangkan kategori rahasia jika berkenaan dengan kepentingan umum serta penyelenggaraan negara.

 

Yang perlu kita waspadai adalah klausul sanksi pidana. Jika kita dianggap melawan hukum dan tidak berhak untuk mengetahui dan/atau menyebarkan informasi berkategori sangat rahasia, hukuman maksimal seumur hidup bakal menanti. Belum lagi pidana denda paling banyak semiliar rupiah. Dalam hal kategori informasi rahasia, hukuman maksimal adalah 20 tahun. Plus denda setengah daripada pelanggaran atas informasi sangat rahasia -Rp500 juta.

 

Dalam tuntutannya, Aliansi menyatakan menolak prinsip-prinsip kerahasian negara diatur dalam undang-undang tersendiri. Cukup satu undang-undang, tukas Agus. Aliansi juga mendesak pemerintah dan DPR menunjukkan keseriusan dalam mengimplementasikan UU KIP pada seluruh level dan lini penyelenggaraan pemerintahan. Bukannya justru, mengintrodusir RUU yang kontraproduktif bagi implementasi UU KIP.  

 

"Ironis, ini merupakan kado pahit untuk perayaan 10 tahun reformasi karena RUU ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi," kata Rusdi Marpaung dari Imparsial menutup jumpa pers.

 

Alternatif

Menolak tapi mencoba realistis. Agus mengakui untuk berharap DPR menolak RUU ini nyaris mustahil. Untuk itu, Aliansi menawarkan sejumlah alternatif. Pertama, kembalikan RUU Rahasia Negara ke bentuk awalnya yakni RUU Sandi Negara. Atau, tetap RUU Rahasia Negara tetapi dengan rumusan yang rinci dan rigid, khususnya terkait definisi tentang informasi strategis. Kita siap judicial review ke MK kalau RUU itu lolos, ujar Rusdi menawarkan jalan terakhir. 

 

Ditemui terpisah, Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga mengisyaratkan pembahasan RUU Rahasia Negara akan tetap berlanjut. Komisi I bahkan sudah merancang rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pakar. Setelah itu, Komisi I akan mengundang perwakilan pemerintah untuk sama-sama merumuskan RUU tersebut.

 

"Walaupun sudah ada UU KIP, RUU Rahasia Negara tetap kami bahas. Ini kan RUU inisiatif pemerintah," ujar anggota Dewan dari Fraksi Golkar ini. Bicara target, menurut Theo, Komisi I tidak mematok RUU ini akan rampung pada masa sidang sekarang, meskipun tetap dijadikan prioritas.

 

Merujuk pada sikap Komisi I, sepertinya kita tinggal menunggu waktu saja apakah kado yang diberikan DPR tetap pahit atau pahit agak-agak manis.

Selasa kemarin (13/5), Rapat Paripurna DPR baru saja meresmikan RUU Rahasia Negara sebagai salah satu produk legislasi yang akan dibahas pada masa sidang IV ini. Sejak pertama kali diwacanakan, RUU ini sering dipersoalkan oleh sebagian kalangan karena dianggap kontradiktif dengan prinsip-prinsip demokrasi. Terlebih lagi, sulit dipungkiri bahwa kemunculan RUU Rahasia Negara terkait erat dengan RUU Kebebasan Informasi Publik yang baru saja disahkan DPR, awal April 2008 lalu.

 

Kini, RUU itu sudah ada di meja DPR. Sesuai bidangnya, Komisi I yang akan mengutak-atik RUU yang total berjumlah 45 pasal ini. Komisi ini membidangi informatika, luar negeri, serta pertahanan. Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga menegaskan bahwa RUU Rahasia Negara menjadi prioritas kerjaan Komisi I. Perkembangan pesat di parlemen membuat was-was sejumlah LSM yang selama ini memperjuangkan keterbukaan ingormasi publik. Yayasan SET, ICW, Imparsial, Kontras, AJI, MPPI, ICEL, LP3ES, LBH Pers, dan KRHN pun merapatkan barisan membentuk Aliansi Masyarakat Menolak Rejim Kerahasiaan.

 

Satu kata yang diusung Aliansi, Tolak Rejim Kerahasiaan!. Aliansi punya beragam alasan kenapa mereka menolak RUU Rahasia Negara. Pertama, jelas RUU ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik. Bertahun-tahun, rahasia negara menjadi hantu bagi siapa saja yang ingin membuat transparan berbagai penyimpangan dalam tubuh pemerintah, seru Agus Sudibyo dari Yayasan SET, dalam jumpa pers di Jakarta (14/5).

 

Menyambung Agus, Wakil Koordinator ICW Danang Widoyoko memandang RUU Rahasia Negara berpotensi menghambat upaya penegakan hukum di Indonesia. Sesuai bidangnya, kekhawatiran Danang khususnya ditujukan pada nasib pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini. Dia membayangkan RUU ini akan memunculkan sejumlah kendala bagi aparat penegak hukum khususnya KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: