PT DI Dimohonkan Pailit
Berita

PT DI Dimohonkan Pailit

Pekerja yakin permohonan mereka dikabulkan karena telah memenuhi syarat-syarat permohonan pailit.

Oleh:
KML/CRN
Bacaan 2 Menit
PT DI Dimohonkan Pailit
Hukumonline

 

Menurut Ketua Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan (SPFKK) DI Arief Minardi, permohonan pailit terpaksa ditempuh karena berbagai cara yang telah ditempuh tidak menunjukan hasil. Alasan itu pula yang mereka tuangkan dalam pernyataan bertajuk Mohon Maaf, Dengan Sangat Terpaksa PT DI Pailit. Damai sudah, kesepakatan juga sudah, tapi tidak dijalankan. Kami ajukan pailit ini supaya tidak ada bohong-bohong lagi, ujar Arief.

 

Permohonan ini didaftarkan oleh perwakilan SPFKK-DI dan kuasanya usai berunjuk rasa di depan Istana Negara, Senin kemarin. Menurut kuasa hukum SPFKK Ratna Wening Purbawati, permohonan pailit diajukan oleh 3500 mantan karyawan PT DI yang belum menerima penuh kekurangan hak pensiun.

 

Ratna menjamin permohonan pailit telah memenuhi syarat-syarat Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU mensyaratkan permohonan pailit dapat diajukan saat minimal ada 2 utang dari dua kreditur dimana salah satu utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam permohonan ini ada 3500 mantan karyawan dan satu bank  swasta selaku kreditur, terang Ratna. Yang akan dimajukan ke sidang permohonan pailit sebagai utang adalah masalah kekurangan dana pensiunnya, timpal Arif.

 

Untuk pembuktian sederhana Ratna menyiapkan Putusan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) yang dikeluarkan tahun 2004. Pembuktiannya juga simple (sederhana-red) katanya memberi jaminan. Lebih lanjut soal pembuktian sederhana dan jumlah utang yang menjadi dasar akan dipaparkannya kemudian. Putusan tersebut mewajibkan PT DI membayar kompensasi pensiun sesuai dengan upah pekerja terakhir, sementara kita dibayar berdasarkan upah pekerja tahun 1991, jelas Arif.

 

Menurut Ratna, meski berstatus Persero, bukan berarti DI kebal dari pailit.  Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) memang menyatakan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan  publik hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri. Tapi Perusahaan yang kini dikelola Perusahaan Pengelola Aset (PPA) ini, tidak dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah serta kepemilikan yang terbagi atas saham.

 

Ratna kemudian menunjuk Penjelasan Pasal tersebut: Yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Karena baru didaftarkan, belum jelas siapa yang akan mewakili DI di sidang permohonan pailit ini. Dalam 14 hari akan ditetapkan waktu sidang. pungkasnya.

 

Jalan panjang

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari PHK oleh Perusahaan yang ditolak pekerja. Setelah menempuh jalur yang ada, Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) mengizinkan DI mem-PHK 6.561 karyawan dengan keharusan membayar uang pesangon. Sebetulnya saat itu pekerja menolak. Mereka kemudian mengajukan gugatan class action (gugatan kelompok) ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta untuk menuntut pembatalan seluruh putusan P4P.

 

Ternyata putusan PT TUN menguatkan putusan P4P. Banding dan Kasasi yang diajukan SPFKK ke MA juga kandas. Setelah usaha kita mentok, akhirnya kita terpaksa mengajukan pailit tutur Arif. Menurutnya saat putusan dijatuhkan, lembaga penyelesaian hubungan industrial terus memenangkan DI, dan Direksi ketika itu setuju.

 

Komitmen pemerintah dan pengalokasian dana yang mandek, juga dipandnag mengecewakan. Ceritanya, 28 Desember 2006 lalu Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2006 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan, salah satunya ya untuk DI.

 

Dari situ pemerintah akhirnya mengalokasikan uang sejumlah Rp40 milyar, atau 20 persen dari Rp200 milyar hak mantan karyawan DI untuk membayar kekurangan hak pensiun. Namun hingga memasuki pertengahan 2007, uang pesangon itu belum sampai ke tangan mantan karyawan, dan diduga masih mengendap di perusahaan.

 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekitar enam ribu pekerja PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PT DI) empat tahun lalu memasuki babak baru. Mengaku lelah dengan janji-janji Pemerintah, sejumlah mantan karyawan DI akhirnya mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tags: