Dipandang Sebelah Mata, PERADI Minta Dukungan Komisi III DPR
Utama

Dipandang Sebelah Mata, PERADI Minta Dukungan Komisi III DPR

Kalangan advokat akan meminta klarifikasi dari Jaksa Agung untuk meminta klarifikasi. Apabila tidak ada klarifikasi kita akan ambil tindakan hukum. Kalaupun, ada klarifikasi advokat bertekad menilai apakah memenuhi keinginan kita atau tidak.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Dipandang Sebelah Mata, PERADI Minta Dukungan Komisi III DPR
Hukumonline

 

Terkait hal ini, Indra Sahnun Lubis, Wakil Ketua Umum PERADI, mengatakan ada sejumlah kebijakan dari lembaga penegak hukum yang menggambarkan betapa advokat masih dipandang sebelah mata. Dia mencontohkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung melarang pejabat Kejaksaan Tinggi bertemu langsung dengan advokat. Menurut Indra, kebijakan ini salah kaprah karena kalau bertujuan mencegah terjadinya KKN maka larangan tersebut hanya memindahkan potensi KKN tersebut dari atasan ke staf-stafnya.

 

Somasi Jaksa Agung

Sementara itu, Sugeng Teguh Santoso, Wakil Ketua Umum Serikat Pengacara Indonesia (SPI), mengatakan keberadaan advokat tidak hanya dipandang sebelah mata tetapi juga dilecehkan. Sugeng, secara khusus, mempersoalkan pernyataan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang dimuat harian Koran Tempo edisi 16 November 2006. Dalam harian tersebut, Jaksa Agung ketika menjadi pembicara dalam sebuah acara diskusi tentang korupsi, menyatakan saat ini terjadi serangan balik dari para koruptor salah satunya melalui jalur ekstra-legal oleh advokat, saksi ahli, dan guru besar.

 

Sugeng menafsirkan kata ‘ekstra-legal' yang dimaksud berdasarkan sejumlah referensi yang ia punya berarti sesuatu yang berada di luar ketentuan hukum atau bertentangan dengan hukum. Jadi, pernyataan ekstra legal ini mau mengatakan perlawanan korupsi telah dilakukan oleh advokat secara ilegal, tambahnya.

 

Sebagai bentuk protes, SPI telah melayangkan surat somasi kepada Jaksa Agung tertanggal 17 November 2006. Dalam surat tersebut, SPI meminta Jaksa Agung melakukan klarifikasi dan permintaan maaf atas pernyataan yang dianggap telah melecehkan sekaligus tidak menghargai keberadaan advokat sebagai penegak hukum. Sayangnya, hingga batas 7 hari yang ditentukan, Jaksa Agung tidak kunjung menanggapi surat somasi tersebut.

 

Kita akan datangi Jaksa Agung Rabu ini (6/12) untuk meminta klarifikasi, apabila tidak ada klarifikasi kita akan ambil tindakan hukum. Kalaupun, ada klarifikasi kita akan nilai dulu apakah memenuhi keinginan kita atau tidak, kata Sugeng seusai acara Raker.

 

Tidak mau kalah dengan anggotanya, PERADI dengan sedikit ‘desakan' dari anggota Komisi III juga berencana mengajukan surat somasi yang sama kepada Jaksa Agung, Selasa ini (5/12).

 

Keluh-kesah PERADI tidak sia-sia karena anggota Komisi III yang hadir dalam Raker tersebut yang ‘kebetulan' didominasi oleh anngota yang berlatarbelakang advokat, secara bulat menyatakan dukungannya. Panda Nababan, misalnya, memotivasi PERADI untuk melakukan perlawanan apabila memang diperlakukan tidak semestinya oleh aparat penegak hukum lainnya. Kalau ada corruptor fights back kenapa tidak advocate fights back, tandas mantan anggota Komisi II yang membidani lahirnya UU No. 18 Tahun 2003.

 

Apa jadinya kalau rekan -atau setidaknya mantan rekan- sejawat bertemu dalam suatu forum? Suasana akrab tentunya. Kondisi itu lah yang terpampang jelas dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Sudah menjadi rahasia umum, sebagian dari anggota Komisi III adalah advokat yang karena larangan rangkap jabatan, terpaksa menanggalkan sementara statusnya sebagai advokat. Alhasil, Raker Komisi III yang biasanya berlangsung panas dan tegang pun berjalan relatif tenang.

 

Suasana yang sangat kondusif ini dengan jeli dimanfaatkan PERADI. Melalui sang Ketua Umum Otto Hasibuan, PERADI dengan terang-terangan meminta dukungan Komisi III agar status advokat sebagai penegak hukum dipertegas. Otto menegaskan sebenarnya sejak lahirnya UU No. 18 Tahun 2003, advokat secara formal sudah diakui sebagai penegak hukum. Artinya, advokat menjadi setara dengan kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.

 

Tidak hanya itu, melalui forum Law Summit yang digelar di Gedung Mahkamah Agung, Otto bahkan mengklaim PERADI sebenarnya sudah mendapat pengakuan secara seremonial. Namun, pada prakteknya apa yang sudah disepakati para pimpinan belum terdistribusi ke daerah-daerah sehingga belum semuanya bisa menerima dan memahami kedudukan advokat sebagai penegak hukum, keluhnya.

 

Otto berpendapat advokat memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan berjalannya sistem hukum. Pendapat ini didasari pada fakta bahwa advokat lah yang memiliki potensi terlibat langsung dalam tiap-tiap tahapan dalam proses hukum dibandingkan penegak hukum lainnya. Otto, misalnya, membandingkan peran polisi dalam suatu penanganan kasus yang praktis hanya terlibat mulai dari kasus itu masuk sampai dilimpahkan ke Kejaksaan. Sementara, advokat terlibat mulai kasus itu ada sampai diputus oleh pengadilan.

 

Oleh karena itu, sebenarnya salah sekali penegakkah hukum kita ini kalau mengabaikan unsur advokat di dalam penegakkah hukum, ujarnya. Sayangnya, sekali lagi Otto mengeluhkan, peran advokat masih dipandang sebelah mata dibandingkan aparat penegak hukum lainnya seperti hakim, jaksa, dan polisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: