Pernyataan Mengenai Ahli Waris Dapat Disahkan Melalui Akta Notaris
Berita

Pernyataan Mengenai Ahli Waris Dapat Disahkan Melalui Akta Notaris

Seorang mantan hakim agung berpendapat pernyataan mengenai ahli waris, tak perlu diperoleh melalui penetapan pengadilan, tapi dapat disahkan dengan akta notaris. Hal tersebut didasarkan pada sebuah Rakernas Mahkamah Agung.

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Pernyataan Mengenai Ahli Waris Dapat Disahkan Melalui Akta Notaris
Hukumonline

Neng menegaskan, dalam hal pembagian waris harus dilihat secara cermat ketentuan Pasal 176 sampai 185 Kompilasi Hukum Islam serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2/1994. Menurutnya kecermatan itu diperlukan agar penerima waris tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Persoalannya, bagaimana seseorang di NAD bisa mendapatkan penetapan waris dari pengadilan apabila tidak didukung bukti yang kuat, seperti identitas diri atau surat keterangan keluarga. Sebab, data yang dimiliki pihak kelurahan–-sebagai instansi yang berwenang mengeluarkan keterangan identitas diri-- kemungkinan besar juga musnah. Apalagi lembaga peemrintahan, termasuk aparat hukum dan badan peradilan di bumi Serambi Mekah belum berjalan sepenuhnya.

Mantan Hakim Agung, H.P. Panggabean berpendapat bahwa pernyataan mengenai kedudukan seseorang sebagai ahli waris dapat diminta dari keluarga terdekatnya. Pernyataan inilah yang kemudian disahkan dalam akta notaris.

Apabila terjadi gugatan di kemudian hari, dan terbukti bahwa pernyataan tersebut tidak benar, maka pemberi keterangan dapat dilaporkan atas pemberian keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP, ujarnya kepada hukumonline, saat ditemui usai seminar di Jakarta  (24/1).

Menurutnya, ketentuan tersebut adalah salah satu hasil dari Rapat Kerja Nasional MA tahun 1992. Namun dia tidak menyebutkan lebih jauh apakah ketentuan tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

Pengakuan di bawah sumpah

Sedangkan advokat senior, Kartini Mulyadi menilai hasil Rakernas MA itu tidak memiliki kepastian karena bukan sumber hukum. Dia berpendapat, pernyataan ahli waris dapat dilakukan dengan pengakuan di bawah sumpah sebagai alat bukti yang sah. Hal tersebut diatur dalam RBG (Hukum Acara Perdata untuk daerah luar Jawa dan Madura, red).

Dijelaskan pula oleh Kartini, bagi ahli waris yang belum berhak melakukan perbuatan hukum (cakap hukum), dapat mempertahankan haknya dengan wali terlebih dahulu. Setelah ditunjuk seorang wali, barulah wali itu yang akan bertindak atas nama ahli waris tersebut.

Menurut Kartini, dalam hal demikian, haruslah diajukan permohonan penunjukan wali oleh keluarganya atau kerabat dekatnya. Prosedur tersebut mengacu pada ketentuan pasal 184 Kompilasi Hukum Islam.

Lebih lanjut mengenai prosedur ini telah diatur di dalam RBG, Dari situlah kemudian pengadilan akan memproses berdasarkan bukti-bukti yang ada, tandasnya.

Bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatra Utara tidak hanya meninggalkan kerugian materiil, tapi juga menimbulkan persoalan keperdataan bagi masyarakat. Salah satu yang mengemuka adalah persoalan waris. Dalam situasi normal, mungkin persoalan waris tidak perlu aturan atau kebijakan khusus. Tapi akibat tsunami yang memakan korban jiwa lebih dari 13 ribu jiwa ini, persoalan waris menjadi krusial.

Neng Djubaedah, akademisi dari Universitas Indonesia mengatakan, apabila pewaris dan ahli warisnya beragama Islam,  untuk menuntut haknya ahli waris harus segera mengajukan penetapan waris ke pengadilan agama. Pengajuan penetapan waris ini untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.

Tidak semua ahli waris itu berhak atas suatu warisan. Berdasarkan kompilasi hukum Islam sudah diatur besar bagian untuk ahli waris, ujarnya kepada hukumonline, beberapa waktu yang lalu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: