Capim Akan Kaji Ulang ‘Hukum Acara’ KPK
Seleksi Pimpinan KPK:

Capim Akan Kaji Ulang ‘Hukum Acara’ KPK

Tak boleh bertentangan dengan KUHAP dan UU KPK.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Fit and proper test calon pimpinan KPK Adnan Pandu Praja di Komisi III DPR RI. Foto: SGP
Fit and proper test calon pimpinan KPK Adnan Pandu Praja di Komisi III DPR RI. Foto: SGP

Kritikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sering dilayangkan. Salah satunya mengenai aturan internal yang mengatur tata cara penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK. Prosedur Operasional Baku (POB) itu dinilai tak sesuai, bahkan menabrak Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Hal ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi III dari Partai Golkar Dewi Asmara dalam fit and proper test calon pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja. Dewi mengatakan dalam POB itu, di tingkat penyidikan, tak ada aturan berapa lama maksimal seorang tersangka bisa ditahan. Padahal, KUHAP secara tegas sudah mengatur berapa lama maksimal tersangka boleh ditahan.

 

Selain itu, POB yang dijadikan sebagai ‘hukum acara’ KPK ini juga tak mengenal penangguhan penahanan. Yang ada hanya pembantaran bila tersangka sakit. Padahal, lagi-lagi, KUHAP menyatakan penangguhan penahanan adalah hak tersangka. Dewi juga menambahkan bahwa POB juga melarang Advokat bertemu dengan kliennya yang menjadi tersangka di KPK.

 

“Bagaimana tanggapan Anda dengan POB yang cenderung melanggar KUHAP dan UU KPK ini? Apa sikap Anda bila nanti terpilih sebagai pimpinan KPK? Pembuatan POB ini kan bukan perintah tegas UU KPK, ini hanya tergantung selera pimpinan,” ujar Dewi lagi.

 

Adnan Pandu Praja, capim KPK yang mantan anggota Kompolnas, setuju dengan apa yang diutarakan oleh Dewi. Pada prinsipnya, POB yang dimiliki KPK seharusnya tak boleh bertentangan dengan KUHAP atau UU KPK. “Setiap aturan-aturan di KPK harus mengacu kepada KUHAP atau aturan yang lebih tinggi seperti UU KPK,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, POB atau Standar Operasional Prosedur yang dimiliki oleh KPK harus jelas dan tak boleh bersifat diskriminatif. Adnan menyarankan kepada masyarakat atau siapa pun yang menganggap POB milik KPK itu bertentangan dengan aturan lebih tinggi bisa menggunakan langkah hukum. Misalnya, dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

 

“Saya heran tak ada orang yang mengajukan judicial review ke MA. Seharusnya, bila POB itu dianggap bertentangan dengan KUHAP bisa diuji ke MA,” ujarnya.

Tags: