Rektor PTS Medan Uji UU Sisdiknas
Berita

Rektor PTS Medan Uji UU Sisdiknas

Pemohon disarankan meminta bantuan kuasa hukum yang sering berpraktik di MK.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Rektor PTS medan uji UU Sisdiknas ke MK. Foto: SGP
Rektor PTS medan uji UU Sisdiknas ke MK. Foto: SGP

Lantaran tak beroleh izin, pejabat perguruan tinggi swasta di Medan menguji Pasal 71 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (11/8).

 

Permohonan ini diajukan oleh Ketua Dewan Pembina Universitas Generasi Muda Medan (UGMM) Dj Siahaan dan Rektor UGMM Husni Husin. Mereka menilai Pasal 71 yang memuat sanksi pidana dan denda bagi penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau  pemerintah daerah bertentangan dengan UUD 1945.  

 

“Universitas ini sudah beroperasi sesuai kurikulum nasional sejak tahun ajaran 1986-1987 dan telah meluluskan 40 ribu orang,” ujar Husni Husin dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Hakim Konstitusi Muhammad Alim di Gedung MK Jakarta, Kamis (11/8).

 

Husni menjelaskan Yayasan Universitas Generasi Muda dan Akademi Perkebunan Medan -yang menaungi kampus tersebut- telah berdiri sejak 22 Mei 1986 dengan akta No 20 Tahun  1986 yang dikeluarkan oleh Notaris Hasnil Basri Nasution. Setelah itu, pihaknya terus mengajukan permohonan pendirian UGMM sejak 1995 lewat Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta wilayah I NAD/Sumut (Kopertis I).  

 

Namun, kata Husni, pada 2002 Kopertis I meminta UGMM menghentikan proses belajar mengajar termasuk mewisuda dan menerima mahasiswa baru. Pada tahun yang sama pula ada pengecekan keabsahan ijazah dan daftar prestasi alumni UGMM oleh Kejaksaan Agung a.n. Setia B Saragih. Kemudian pada 2006 muncul surat Dirjen Dikti yang menyatakan  tidak dapat memproses pendirian UGMM karena bermasalah.

 

“Lalu ada surat panggilan dari Kapolda Sumut yang memanggil Ketua Yayasan UGMM tentang tindak pidana karena memberi ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi atau vokasi tanpa hak dan atau menyelenggarakan satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau pemerintah daerah yang diatur dalam Pasal 67 jo Pasal 71 UU Sisdiknas pada 8 April 2011,” kata Husni.

 

Selain itu, Kopertis Wilayah I NAD/Medan telah memberikan pernyataan di koran Sumut Pos pada 6 Juni 2011  bahwa UGMM dianggap perguruan tinggi liar. “Dari peristiwa itu, pemohon merasa dirugikan,” katanya.  

 

Karena itu, Pasal 71 UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945. “Memerintahkan Presiden cq Mendiknas untuk mematuhi Pasal 73 UU Sisdiknas yang menyatakan dalam waktu dua tahun pemerintah wajib memberi izin bagi satuan pendidikan formal yang sudah berjalan. Menyatakan sertifikasi ijazah alumni UGMM dinyatakan asli dan sah,” pintanya.               

 

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengingatkan di luar pengujian undang-undang bukan kewenangan MK. “Ini berkaitan dengan bagian petitum (tuntutan) permohonan yang berisi permintaan dikabulkannya permohonan, menyatakan pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta pemuatan dalam berita negara, di luar itu bukan kewenangan MK,” kata Hamdan. 

 

Ia menyarankan dalam permohonan diuraikan kenapa norma pasal yang diuji bertentangan dengan UUD dengan mengemukakan alasannya. “Bagaimana pertentangannya, Saudara kemukakan alasan-alasannya agar uraiannya jelas. Jika uraian itu tidak ada, bagaimana kami membuat putusan karena dikabulkannya atau tidak permohonan ini tergantung permohonan Saudara,” kritiknya.

 

Pernyataan pemohon yang mengaku pernah dipanggil Polda, kata Hamdan, hal itu merupakan kasus konkret. “Kasus konkret itu hanya sebagai pintu masuk, MK tidak mengadili kasus konkret, tetapi mengadili apakah norma undang-undang yang dinilai bertentangan UUD 1945,” jelasnya. “Kalau persoalannya tidak dikeluarkanya izin terhadap UGMM, itu juga masuk kewenangan PTUN.”

 

Sementara, Hakim Konstitusi Muhammad Alim menyarankan agar dalam menyusun permohonannya, pemohon meminta bantuan kuasa hukum yang memahami praktik beracara di MK. “Saudara hanya memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan, sebaiknya Saudara meminta bantuan orang yang sering berpraktik di MK, itu semuanya terserah Saudara,” kata Alim.

Tags: