Hindari Kesalahan Paradigmatik RUU Rahasia Negara
Berita

Hindari Kesalahan Paradigmatik RUU Rahasia Negara

Tanggung jawab atas rahasia negara sebaiknya lebih dibebankan kepada petugas yang wajib menjaga, bukan kepada masyarakat pengguna.

Oleh:
M-10
Bacaan 2 Menit
Hindari Kesalahan Paradigmatik RUU Rahasia Negara
Hukumonline

Kasus penolakan masyarakat sipil terhadap pengesahan RUU Rahasia Negara 2009 silam perlu menjadi pelajaran bagi Pemerintah dan anggota DPR yang kembali mengusung RUU serupa. Salah satu pelajaran yang bisa dipetik adalah menghindari kesalahan paradigma penyusunan RUU Rahasia Negara.

 

Anggota Komisi I DPR periode 2004-2009 Andreas Pareira mengingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan paradigmatik seperti yang terjadi pada RUU Rahasia Negara versi 2009. “Dari pengalaman yang lalu, RUU Rahasia Negara bermasalah secara paradigmatik,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, pekan lalu.

 

Seperti diketahui, pembahasan RUU Rahasia Negara pada 2009 lalu gagal diselesaikan. RUU usulan Pemerintah ditolak DPR karena sejumlah alasan. Pertama, di mata sejumlah anggota DPR, RUU Rahasia Negara diajukan dengan niat mengamputasi RUU Keterbukaan Informasi Publik yang saat itu juga sedang dibahas. Kedua, substansi RUU versi Pemerintah dianggap masih lemah karena masih mencampuradukkan antara rahasia negara, rahasia kepentingan kekuasaan, dan rahasia demi kepentingan birokrasi. Ketiga, sejumlah pasal dapat ditafsirkan secara lentur dan luas.

 

Menurut Andreas Pareira, paradigma penyusunan RUU Rahasia Negara harus dimasukkan dalam bingkai keterbukaan informasi. “Secara paradigmatik harus dipahami bahwa rahasia negara harus ada di dalam ruang koridor keterbukaan informasi publik,” ujarnya.

 

Konsekuensi dari paradigma ini adalah RUU Rahasia Negara harus memperjelas informasi yang dikecualikan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dari segi substansi, penting pula untuk mengatur definisi yang jelas demi menghindari kemungkinan perluasan dan pengaburan arti, ruang lingkup, pembiayaan, pengawasan, serta mekanisme, prosedur, pengelolaan, pertanggungjawaban dan pengakhiran.

 

Prinsipnya, informasi yang tidak bisa diakses publik bukan berarti tidak dipertanggungjawabkan. Mekanisme pengawasan perlu diatur secara detil. Asalkan jangan sampai pengawasan menjadi bumerang bagi keterbukaan informasi itu sendiri. “Bagaimanapun apa yang sudah diatur sebagai rahasia negara harus dijaga,” kata politisi PDI Perjuangan itu.

 

Berkaitan dengan pertanggungjawaban atas rahasia negara, anggota penyusun RUU Rahasia Informasi Strategis Keamanan Nasional, Rizal Darma Putra, berpendapat RUU harus mengedepankan perlindungan atas rahasia. Sehingga, yang dibebani tanggung jawab lebih adalah petugas yang memang berkewajiban menjaga informasi rahasia tersebut. Jadi, penekanannya bukan kepada masyarakat pengguna, melainkan kepada petugas penjaga. Prinsip tanggung jawab dan perlindungan ini penting terutama dalam pengaturan sanksi.

 

Dalam draft RUU versi pemerintah, orang yang menyaksikan informasi rahasia negara pun bisa terkena sanksi. Padahal belum tentu setiap orang yang menyaksikan mengetahui persis bahwa informasi dimaksud merupakan rahasia negara. Seharusnya, penekanan sanksi dan tanggung jawab dibebankan kepada petugas pengelola dan penjaga informasi yang bersifat rahasia.

Tags: