Manajemen Batas Wilayah Kelautan Indonesia Bermasalah
Berita

Manajemen Batas Wilayah Kelautan Indonesia Bermasalah

Orientasi pembangunan Indonesia harus diubah dengan memprioritaskan wilayah maritim.

Oleh:
Fat/Sam
Bacaan 2 Menit
Menteri Kelautan dan Perikanan <br>  Fadel Muhammad, Foto: Sgp
Menteri Kelautan dan Perikanan <br> Fadel Muhammad, Foto: Sgp

Untuk kesekian kali hubungan Indonesia dan Malaysia kembali bergejolak. Setelah isu perbatasan, perebutan pulau hingga kebudayaan, kini pemicunya adalah masalah penangkapan petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) oleh Polisi Diraja Malaysia. Sebelumnya petugas DKP itu sedang menangkap nelayan Malaysia yang mengambil ikan di perairan Indonesia.

 

Sempat memunculkan protes dan aksi di beberapa tempat, masalah penangkapan petugas DKP ini diselesaikan lewat ‘barter’ dengan pelepasan nelayan Malaysia. Advokat senior Adnan Buyung Nasution menyesalkan insiden tersebut. Menurut dia, kasus ini menunjukkan diplomasi bangsa ini lemah. “Harusnya kita lebih tegar dalam melindungi batas teritorial negara kita,” kata Buyung beberapa waktu lalu.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menuturkan insiden itu terjadi karena kurang lengkapnya persenjataan petugas DKP dibanding polisi Malaysi. “Kedepan pengaturan keamanan laut harus lebih baik lagi,” Fadel berharap.

 

Fadel menegaskan, orientasi pembangunan Indonesia kedepan harus diubah. Jika semula terfokus pada daratan, maka saat ini harus berorientasi kelautan. “Perubahan mindset dari darat ke maritim saya sebut sebagai ‘revolusi biru’. Sedang kita siapkan dengan melibatkan sejumlah akademisi,” tuturnya dalam sebuah diskusi bertema ‘Serumpun Tapi Tak Rukun’ di Warung Daun Cikini Jakarta, Sabtu (21/8).

 

Direktur Nasional Maritim Institute Siswanto Rusdi di kesempatan yang sama mengatakan, perubahan orientasi dari maritim ke daratan terjadi sejak peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. “Zaman Soekarno dahulu kekuatan maritim Indonesia sangat besar.”

 

Lebih jauh Siswanto sependapat dengan Fadel soal penguatan pertahanan di wilayah maritim. Namun demikian, ia juga berharap di saat yang sama kemampuan diplomasi pemerintah juga ditingkatkan. “Berdiplomasi boleh, tapi pertahanan harus siap dan kuat sehingga memberikan efek gentar kepada musuh,” tegasnya.

 

“Satukan diplomasi maritim kita. Bila ada masalah, Deplu (Departemen/Kementerian Luar Negeri, red) harus proaktif jadi yang pertama berbicara dengan negara lain karena menyangkut wilayah negara lain,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: