Perjanjian Lisensi Cap Kaki Tiga Tetap Sah
Utama

Perjanjian Lisensi Cap Kaki Tiga Tetap Sah

Majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi mengakui keabsahan perjanjian lisensi Cap Kaki Tiga. Namun soal penghentian perjanjian lisensi sepihak, bukan kewenangan pengadilan itu melainkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Perjanjian Lisensi <i>Cap Kaki Tiga</i> Tetap Sah
Hukumonline

 

Dengan begitu, majelis hakim berpendapat pemakaian merek dagang Cap Kaki Tiga oleh PT Sinde Budi sah dan tidak melanggar hukum. Kecuali di masa yang akan datang terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang menyatakan sebaliknya.

 

Kuasa hukum PT Sinde Budi, Andi F. Simangunsong menyatakan yang berwenang mengadili perkara ini adalah pengadilan negeri. Sengketa ini adalah perbuatan melawan hukum karena pengakhiran sepihak sehingga yang berwenang adalah pengadilan negeri, kata Andi saat dihubungi via telepon Jumat (31/7).

 

Andi menyatakan pertimbangan hukum hakim cukup baik. Hanya ia tak puas dengan amar putusan yang menyatakan Pengadilan Negeri Bekasi tak berwenang. Karena itu kami mengajukan banding, ujarnya. Hingga berita ini diturunkan, hukumonline belum mendapat konfirmasi dari kuasa hukum Wen Ken, John Walary. Saat  dihubungi via telpon genggamnya, John tak menjawab telepon dari hukumonline.

 

Kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan PT Sinde yang diajukan Oktober 2008 lalu. Gugatan dilayangkan lantaran Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain. PT Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah.

 

Dalil itu mengacu pada Pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu Pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. PT Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.

 

Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai kompensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.

 

Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5 persen dari total omset per tahun selama 10 tahun, yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.

 

Pengadilan Niaga Tak Berwenang

Sebelumnya, Wen Ken menggugat PT Sinde Budi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan asal Singapura itu mendaftarkan gugatan pada September 2008 lalu. Dalam gugatannya, Wen Ken menuntut Sinde Budi untuk menghentikan produksi dan penjualan produk Cap Kaki Tiga. Alasannya, penggunaan Cap Kaki Tiga tidak sah sebab tidak ada perjanjian lisensi tertulis sehingga hubungan hukum kedua perusahaan juga tidak sah.

 

Dalam gugatannya, Wen Ken menuntut pembayaran royalti sebesar 1 persen dari nilai penjualan PT Sinde Budi terhitung sejak 1978. Wen Ken juga menuntut ganti rugi materiil sebesar SGD1 juta dolar per tahun terhitung sejak tahun 2000. Sedangkan kerugian immateriil diperhitungkan sebesar SGD2 miliar.

 

Gugatan ini kandas lantaran Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Pasalnya, materi gugatan PT Tiga Sinar Mestika—perusahaan yang mendapat kuasa subsitusi dari Wen Ken—tidak masuk dalam kompetensi Pengadilan Niaga. Majelis hakim menilai pokok permasalahan gugatan adalah wanprestasi bukan lisensi merek. Penggugat mengakui adanya kerja sama sehingga jika ada yang tidak dipenuhi berarti wanprestasi, kata Sir Johan ketika itu. Karena tergolong sebagai perkara perdata biasa, majelis menyatakan gugatan seharusnya diperiksa dan diadili oleh pengadilan negeri.

Status perjanjian lisensi minuman Cap Kaki Tiga antara Wen Ken Drug Co Pte Ltd dan PT Sinde Budi Sentosa menemui titik terang. Meski tak dibuat secara tertulis, majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi memutuskan perjanjian itu sah dan mengikat para pihak. Putusan itu dibacakan pertengahan Juli lalu.

 

Perjanjian lisensi itu, kata majelis hakim, bersumber dari kesepakatan para pihak. Sejak 1978 hingga kini telah terjadi perikatan diam-diam antara kedua perusahaan. Sebab, faktanya Wen Ken memberi lisensi atas merek Cap Kaki Tiga pada PT Sinde Budi untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia. PT Sinde Budi telah menerima dan melaksanakan penawaran dan membayar royalti atas lisensi Cap Kaki Tiga. 

 

Namun majelis hakim tak mau memutus soal pengakhiran kontrak sepihak yang dilakukan Wen Ken pada 7 Februari 2008. Belum jelas apakah penghentian kontrak itu termasuk perbuatan melawan hukum atau tidak. Majelis hakim menyatakan diri tak berwenang. Yang bisa mengadili sengketa lisensi adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan pada azasnya suatu perjanjian  hanya dapat diakhiri oleh kesepakatan para pihak atau dengan putusan hakim. Sementara, dalam kasus ini PT Sinde Budi tak sepakat untuk mengakhiri perjanjian dengan Wen Ken. Begitupula dengan putusan Pengadilan Niaga soal pengakhiran perjanjian.

Tags: