Sedang Disusun RUU Hipotik atas Kapal
Berita

Sedang Disusun RUU Hipotik atas Kapal

Kepastian hukum bukanlah satu-satunya yang menjadi pertimbangan bank dalam memberikan kredit kepada perusahaan perkapalan. Bank juga mempertimbangkan aspek bisnis.

Oleh:
CRC
Bacaan 2 Menit
Sedang Disusun RUU Hipotik atas Kapal
Hukumonline

 

Perlu Dukungan Perbankan

Adolf K. Tambunan, mewakili Departemen Perhubungan, menyatakan bahwa pada masa sekarang industri pelayaran nasional sangat membutuhkan dukungan dari sektor perbankan, terutama dalam aspek pembiayaannya (ship financing). Hal ini disebabkan karena pemerintah telah memberlakukan asas cabotage sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005. 

 

Asas cabotage adalah pengangkutan barang dagangan dan penumpang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dalam negara republik Indonesia hanya dilakukan dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional. Dari data Departemen Perhubungan, hasil yang dicapai dalam kurun waktu satu tahun lebih dari berlakunya cabotage dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2005 cukup menggembirakan.

 

Hasil tersebut antara lain adanya peningkatan jumlah armada angkatan laut nasional sebesar 1060 unit dari 6041 unit menjadi 7101 unit, peningkatan penciptaan lapangan kerja pelaut sebagai konsekuensi dari penggantian bendera kapal menjadi bendera Indonesia dan pembangunan/pembelian kapal, penghematan penggunaan devisa negara dengan berkurangnya penggunaan kapal asing untuk angkutan laut dalam negeri serta peningkatan penerimaan usaha bagi pelayaran nasional, baik yang melakukan kegiatan angkutan ekspor impor maupun angkutan dalam negeri. 

 

Dengan dibentuknya RUU Hipotik Kapal yang akan memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi kreditor dan debitor, diharapkan perbankan dapat mendukung dan menyalurkan pembiayaannya kepada armada pelayaran nasional untuk mensukseskan pelaksanaan cabotage.

 

Dua RUU Hipotek Kapal

Menurut keterangan dari Tambunan, RUU  Tentang Klaim Maritim Yang Didahulukan dan Hipotek Atas Kapal telah dikirimkan oleh Menteri Perhubungan kepada Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 12 September 2005.

 

Yono Suyono, mewakili Dephukham, menyampaikan bahwa Dephukham sedang menyusun RUU tentang Hipotek Kapal dan Pesawat Udara. Oleh karenanya, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengaturan hipotik kapal, maka ia akan membahas permasalahan RUU tersebut dengan Departemen Perhubungan. Kita akan mengundang Departemen Perhubungan untuk membicarakan  masalah ini, ujarnya ketika ditemui oleh hukumonline seusai seminar.

 

Ia menyatakan jika Departemen Perhubungan menginginkan agar pengaturan hipotik kapal diatur tersendiri dalam RUU Tentang Klaim Maritim Yang Didahulukan dan Hipotek Atas Kapal, maka Departemen Hukum dan HAM akan memisahkan pengaturan mengenai hipotik kapal dari RUU hipotik kapal dan pesawat udara yang sedang disusun oleh Dephukham dan begitu juga sebaliknya. Namun hal ini tidak terlepas dari kesepatan yang dicapai antara Departemen Perhubungan dengan Dephukham.

 

Hal tersebut dilontarkan oleh Ramlan Ginting dalam seminar sehari tentang Tinjauan Bisnis dan Hukum Dalam Perspektif Hubungan Kreditor Debitor yang digelar di hotel Milllenium Jakarta (20/9). Deputi Direktur pada Direktorat Hukum Bank Indonesia menyampaikan pernyataan tersebut berkenaan dengan digagasnya RUU Tentang Klaim Maritim Yang Didahulukan dan RUU Hipotek atas Kapal.

 

Alumnus Fakultas Hukum UI 1982 ini menyatakan bahwa Bank Indonesia selaku otoritas perbankan menyambut baik dan mendukung proses penyusunan RUU Hipotek Kapal. RUU yang disusun oleh Departemen Perhubungan tersebut telah dikirimkan kepada Departemen Hukum dan HAM. RUU ini diharapkan agar perbankan dapat memberikan pembiayaan untuk pembelian kapal, baik baru maupun bekas. Dan, kapal yang dibeli itu akan dijadikan sebagai agunan yang diikat dengan hipotek.

 

Keberadaan RUU ini akan memberikan kepastian hukum bagi kreditor dan debitor. Namun kepastian hukum yang diberikan oleh RUU Hipotek kapal, bukanlah satu-satunya pertimbangan bagi perbankan untuk mengucurkan dananya kepada perusahaan perkapalan. Bank juga akan mempertimbangkan aspek bisnis dalam pengucuran kredit kepada pengusaha kapal.

 

Ia menilai bahwa pembiayaan perkapalan termasuk pembiayaan dengan resiko yang tinggi yaitu antara lain resiko likuiditas, resiko operasional dan resiko pasar. Ia juga mengutarakan bahwa kreditor akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan harga kapal yang sesuai dengan nilai penjaminan. Oleh karenanya, bank kemungkinan akan meminta agunan tambahan dari debitor yang dapat berupa bank guarantee, surety bond, corporate guarantee atau personal guarantee.

 

Ia juga menyampaikan bahwa apabila RUU Hipotek kapal telah diundangkan menjadi undang-undang, kiranya dapat dipahami bahwa keberadaan undang-Undang ini bukanlah jaminan bahwa perbankan akan memberikan pembiayaan pada perusahaan perkapalan. Saat ini, ketentuan yang berlaku tentang hipotek kapal laut diatur dalam KUH Perdata, KUH Dagang, dan Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortage tahun 1993.

Tags: