Pustakawan Hukum: Biar ‘Kering’, Yang Penting Kaya Ilmu
Berita

Pustakawan Hukum: Biar ‘Kering’, Yang Penting Kaya Ilmu

Seorang pustakawan hukum sebaiknya memiliki latar belakang keilmuan hukum. Sayang, profesi pustakawan masih sering dianggap tempat ‘buangan’ dan kering.

Mys/Ali/CR-9
Bacaan 2 Menit

 

Sayang, perpustakaan hukum di Indonesia belum dikelola secara maksimal. Profesi pustakawan pun masih dianggap kelas dua, bahkan dianggap sebagai tempat buangan. Pegawai atau karyawan yang berkinerja buruk akan ditempatkan di perpustakaan. “Di Indonesia, pekerjaan ini (seolah--red) banyak dikerjakan orang-orang ‘buangan’,” kata Blasius Sudarsono.

 

Menjadi pustakawan hukum hampir sama saja. Stigma bahwa bekerja di perpustakaan hanya sekadar melayani pengunjung tak bisa dihindari. Pustakawan dipandang sebagai pekerjaan yang ak mendatangkan banyak uang. “Memang, anggapan orang, ini pekerjaan kering,” ujar Sri Mamudji.

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu bahkan punya cerita menarik saat ia bertugas di perpustakaan fakultas, kemudian perpustakaan universitas. Sejumlah kolega mempertanyakan keputusan Bu Cici –begitu ia biasa disapa—menerima tugas sebagai pustakawan. Namun, ia sudah memutuskan dan kadung cinta pada pekerjaan itu. “Sebenarnya, kalau sudah di dalam, sangat menyenangkan,” ujarnya.

 

Keuntungan pertama, tentu saja, akses lebih cepat pada referensi dan buku-buku terbaru. Jika kebetulan Anda seorang yang rajin membaca, posisi sebagai pustakawan akan mendatangkan keuntungan. Setiap ada buku baru, Anda secara tidak langsung membacanya untuk kepentingan klasifikasi. Minimal, garis besar buku baru Anda ketahui. Dengan kata lain, meskipun miskin penghasilan, seorang pustakawan bisa kaya ilmu.

 

Bekerja sebagai pustakawan juga mengantarkan Sri Mamudji ke berbagai daerah dan negara. Selain untuk mengikuti kursus atau pendidikan, ia juga melacak referensi dan terbitan terbaru. Tugas itu membuat Bu Cici melakukan travelling, sehingga cakrawalanya juga bertambah. Seorang pustakawan pada hakikatnya menjalankan fungsi yang mulia, berkaitan dengan pendidikan, pelayanan informasi, penelitian, dokumentasi, dan rekreasi.

 

Bagi perguruan tinggi, perpustakaan adalah ‘jantung’. Perguruan tinggi mustahil berkembang dan melaksanakan tridarma dengan baik tanpa ditunjang perpustakaan yang memadai. Sayang, pengembangan perpustakaan dan tenaga pustakawan nyaris terseok-seok. “Hanya sebatas lipservice saja,” kata Sri Mamudji.

 

 

Kompetensi dan tunjangan

Pustakawan, menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Tags: