Wajah Rasuah di Lima Kota, PNS Juaranya
LIPUTAN KHUSUS

Wajah Rasuah di Lima Kota, PNS Juaranya

Tren ini semakin relevan jika dikaitkan dengan kebijakan Inpres Nomor 1 Tahun 2016.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Sepanjang tahun 2015, KPK telah berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak lima kali. Tidak hanya melibatkan hakim PTUN Medan, advokat dan anggota DPRD, pada operasi tangkap tangan lainnya KPK juga menangkap seorang anggota DPR. Secara total, tahun tersebut KPK telah melakukan 84 kegiatan penyelidikan, 99 penyidikan, dan 91 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan pada tahun sebelumnya.
Dominasi PNS melakukan korupsi ini bukan menjadi hal baru di mata peneliti pada Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Hifdzil Alim. Bahkan ia menduga bahwa data statistik yang menunjukkan tren pelaku korupsi setahun belakangan ini ada kaitannya dengan kebijakan yang belakangan diberlakukan oleh pemerintah. Kebijakan yang dimaksud Alim, yakni Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. 
Patut diketahui, salah satu poin menarik yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2016 adalah arahan dari Presiden Joko Widodo kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk mendahulukan proses administrasi sesuai ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.
“Tetapi bagi beberapa oknum, ternyata disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Terbukti yang paling banyak didakwakan itu pasal merugikan keuangan negara dan penggelapan dalam jabatan,” kata Alim kepada hukumonline pada akhir September lalu.
Secara umum, substansi Inpres Nomor 1 Tahun 2016 memang sangat penting dalam rangka mendorong pembangunan yang kini tengah menjadi fokus pemerintah. Hanya saja, agaknya pemerintah luput mempertimbangkan potensi yang mungkin muncul pasca aturan tersebut diteken Presiden pada 8 Januari 2016 silam. Kebijakan tersebut pun, medapat catatan kritis dari PUKAT. (Baca juga: 4 Alasan Jaksa Wajib Dikecualikan dalam UU Aparatur Sipil Negara)
Alim meyakini tren pelaku korupsi yang didominasi PNS punya relevansi yang kuat terutama pasca kebijakan tersebut dimunculkan. Menurutnya, arahan Presiden kepada penegak hukum seperti semacan larangan untuk melakukan pemeriksaan terkait aspek tindak pidana tidaklah sejalan dengan semangat undang-undang. 
Sebab, tugas penegak hukum menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia secara kewenangan diperbolehkan melakukan penyelidikan. Apalagi, jaksa justru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi diberi wewenang melakukan penyelidikan.
Tags:

Berita Terkait