Tata Cara Pelaksanaan Uang Paksa dan Sanksi Administratif di PTUN (Sumbangan Pemikiran)
Oleh: Bambang Heriyanto *)

Tata Cara Pelaksanaan Uang Paksa dan Sanksi Administratif di PTUN (Sumbangan Pemikiran)

Regulasi tentang uang paksa (dwangsom) dan sanksi administratif dalam proses peradilan tata usaha negara sudah lama dinantikan.

Bacaan 2 Menit

 

Ad. 3. Besaran Uang Paksa

 

Menurut hemat penulis, karena yang dihukum untuk melaksanakan putusan Peratun adalah selalu badan atau pejabat TUN yang masih aktif, tentunya secara rutin ia mendapatkan gaji setiap bulannya.  Oleh karenanya apabila pejabat tersebut tidak melaksanakan amar putusan, maka adalah lebih efektif dan efisien apabila pengenaan dwangsom diambil atau dipotong dari gaji/tunjangan jabatan pejabat yang bersangkutan setiap bulannya yang besarannya sejumlah tunjangan jabatan dari tergugat atau pejabat yang sedang menjabat pada saat  putusan harus dilaksanakan. Dan perintah pemotongan gaji, dalam amar putusan Hakim ditujukan kepada pejabat yang berwenang melaksanakan pemotongan gaji, (misalnya Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) untuk pejabat TUN yang penggajiannya melalui proses di Kantor Perbendaharaan dan Kas  Negara,  Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) bagi pejabat TUN yang penggajiannya diproses melewati KPKD (termasuk Bupati atau Walikota), atau  pejabat lain yang berwenang semacam itu untuk jabatan TUN lainnya, selanjutnya uang dwangsom tersebut diserahkan kepada penggugat dan pemotongan ini terus berlanjut sampai dengan dipatuhinya amar putusan.

 

Ad. 4. Momentum Diberlakukannya  Uang Paksa

 

Untuk menentukan saat kapan seharusnya pembebanan uang paksa tadi diberlakukan, maka menurut penulis hal tersebut harus bertolak dari ketentuan Pasal 116 Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 sebagai berikut:

(1) .....dst.

(2) .....dst.

(3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (9) huruf b dan c, dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajibannya tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.

(4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.

(5).....dst.

 

Berpedoman pada ketentuan pasal tersebut, maka menurut hemat penulis, pemberlakuan uang paksa adalah sejak saat berakhirnya masa penegoran atau perintah Ketua Pengadilan  sebagaimana dimaksud oleh Pasal 116 ayat (3) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 -untuk itu dalam surat perintah atau penetapan Ketua harus disebutkan limit waktu-

 

Jadi karena menurut gagasan ini, uang paksa tersebut dipotongkan dari gaji tergugat setiap bulannya, maka pada hari berikutnya sejak berakhirnya masa penegoran oleh ketua pengadilan, ketua pengadilan harus segera mengirimkan surat penetapan yang ditujukan kepada Kepala KPKN atau pejabat yang mempunyai kewenangan semacam itu, yang berisi perintah agar Kepala KPKN memotong gaji tergugat  setiap bulan sebesar yang ditentukan dalam amar putusan, sampai dengan tergugat mematuhi isi putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap tersebut.

           

B.  Sanksi Administrasi

Bagaimana menerapkan sanksi administrasi dalam putusan hakim Peratun adalah menyangkut permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Sanksi Administrasi apa saja yang dapat dijatuhkan.

2. Kepada siapa perintah penjatuhan sanksi administrasi diperintahkan.

 

Ad. 1. Jenis Sanksi Administrasi

 

Menurut Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur, bahwa  kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, kepadanya dapat dikenakan hukuman disiplin atau sanksi administratif antara lain berupa:

a. penurunan pangkat

b. pembebasan dari jabatan

c. pemberhentian dengan hormat, dan

d. pemberhentian tidak dengan hormat (lihat Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 dan peraturan  terkait lainnya).

 

Dari beberapa jenis sanksi tersebut sebenarnya dapat dipilih, mana yang paling tepat diterapkan dalam penjatuhan sanksi administratif.

 

Penulis sendiri berpendapat, sanksi administratif pembebasan dari jabatan, adalah paling tepat, karena pada saat pejabat tidak mematuhi putusan pengadilan, maka pada saat itu ia adalah tidak mau menggunakan kewenangan jabatannya. Atau dengan kata lain pada saat itu ia sedang menggunakan jabatannya untuk melawan putusan badan peradilan, sehingga adalah tepat apabila ancaman pembebasan dari jabatan diterapkan apabila seorang pejabat tidak mematuhi putusan.

 

Ad. 2. Perintah Penjatuhan Sanksi Administrasi

 

Analog dengan  Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, maka amar putusan yang berisi perintah penjatuhan sanksi administratif adalah ditujukan kepada pejabat yang berwenang menghukum tergugat.

 

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana apabila yang menjadi  tergugat adalah Gubernur dan Bupati atau Walikota, karena sesuai Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, secara hierarki ia tidak mempunyai atasan, sebagai pejabat yang berwenang  menghukum?

 

Dalam hal demikian, maka sanksi administratif tentunya tidak tepat untuk  diterapkan. Dan Hakim dapat memilih upaya paksa yang lain, yakni uang paksa (dwangsom).

 

 

Penutup

Tulisan ini hanya sekedar sumbangan pemikiran,  jadi bukan suatu konsep atau draf naskah akademik rancangan peraturan pemerintah yang sesungguhnya, karena sesuai  Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1970. Pasal 1 ayat (1) sangat jelas, pihak yang dapat mengajukan rancangan peraturan pemerintah adalah lembaga, dalam hal ini adalah Mahkamah Agung RI.

 

Semoga dari tulisan yang tentunya banyak kesalahan dan kekuarangan ini, ada  manfaat yang dapat diambil dalam rangka mendorong terwujudnya peraturan pelaksanaan lembaga paksa  yang sangat kita tunggu-tunggu kehadirannya.

 

------

*) Penulis adalah Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi, bukan mewakili institusi tempat penulis berkarir.

Tags: