Tata Cara Pelaksanaan Uang Paksa dan Sanksi Administratif di PTUN (Sumbangan Pemikiran)
Oleh: Bambang Heriyanto *)

Tata Cara Pelaksanaan Uang Paksa dan Sanksi Administratif di PTUN (Sumbangan Pemikiran)

Regulasi tentang uang paksa (dwangsom) dan sanksi administratif dalam proses peradilan tata usaha negara sudah lama dinantikan.

Bacaan 2 Menit

 

Keadaan ini tentunya akan sangat merugikan para pencari keadilan (yustisiabellen) yang telah dinyatakan sebagai pemenang atau gugatannya dikabulkan di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

 

Bentuk Produk Hukum yang Tepat:

Hadirnya produk hukum yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme pembayaran uang paksa (dwangsom) dan sanksi administratif sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena diproyeksikan materi muatan yang diatur dalam peraturan pelaksanaan kedua  lembaga paksa tersebut akan menyangkut dan melibatkan instansi/lembaga lain di luar jajaran Mahkamah Agung RI maka akan tepat apabila bentuk produk hukum dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Jadi, bukan PERMA atau SEMA.

 

Pasal  116 Undang-Undang  No. 9 Tahun 2004 sendiri ternyata tidak secara eksplisit menyatakan bahwa pelaksanaan lebih lanjut kedua lembaga eksekusi tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Akan tetapi hal tersebut jangan lantas menjadi penghalang bagi Mahkamah Agung RI untuk mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan dua lembaga paksa tadi kepada Presiden. Argumentasi yuridis yang dapat dipakai untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prof. A. Hamid S. Attamimi mengemukakan beberapa karakteristik Peraturan Pemerintah antara lain:

  • Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa terlebih dahulu ada undang-undang yang menjadi ‘induknya'.
  • Untuk menjalankan, menjabarkan atau merinci ketentuan undang-undang, peraturan pemerintah dapat dibentuk meski ketentuan undang-undang tersebut tidak memintanya secara tegas-tegas. (A. Hamid S. Attamimi, Pembentukan Undang-undang Indonesia: Beberapa Catatan yang Memerlukan Perhatian, Makalah disampaikan pada seminar Keuangan Negara di Bepeka, Jakarta, 18 Maret 1989).

 

2. Peraturan Pemerintah merupakan aturan-aturan yang membuat ketentuan-ketentuan dalam suatu undang-undang bisa berjalan dan diberlakukan. Suatu Peraturan Pemerintah baru dapat dibentuk apabila sudah ada undang-undangnya, namun suatu peraturan pemerintah dapat dibentuk meskipun dalam undang-undangnya tidak ditentukan secara tegas supaya diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (Maria Farida Indrati S., S.H., M.H., Ilmu Perundang Undanagan, Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Jakarta, 2002).

 

Lebih lanjut Maria Farida Indrati S. juga menyatakan bahwa ditinjau dari  perspektif fungsi, maka Peraturan Pemerintah adalah berfungsi menyelenggarakan dua hal. Pertama, pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya (dalam hal ini peraturan pemerintah harus melaksanakan semua ketentuan dari suatu undang-undang yang secara tegas meminta untuk diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah). Kedua, menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya (maksudnya apabila suatu masalah di dalam suatu undang-undang memerlukan pengaturan lebih lanjut sedang di dalam ketentuannya tidak menyebutkan secara tegas-tegas untuk diatur dengan peraturan pemerintah, maka pemerintah pemerintah dapat mengaturnya lebih lanjut sepanjang hal itu merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari undang-undang tersebut).

 

Berdasarkan argumentasi tersebut, maka seharusnya sudah tidak ada lagi penghalang bagi Mahkamah Agung R.I. untuk mencari bentuk produk hukum apa yang paling tepat untuk menuangkan peraturan pelaksanaan dua lembaga paksa tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags: