Strategi Jitu 32 Tahun, Reda Manthovani Raih Puncak Karier di Kejaksaan dan Kampus
Terbaru

Strategi Jitu 32 Tahun, Reda Manthovani Raih Puncak Karier di Kejaksaan dan Kampus

Perencanaan matang dan cekatan mengambil peluang menjadi kunci. Tidak ada yang kebetulan apalagi sekadar untung-untungan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 7 Menit

Imajinasi masa remaja Reda menjadi visi serius di tahun terakhir SMA ketika ia mantap akan mengejar karier jaksa. “Ternyata jaksa tidak hanya bersidang di pengadilan, tapi bergerak melakukan penyelidikan-penyelidikan, ini lebih menarik dan menantang,” ujar Reda. Ia pun memantapkan tekad untuk menjadi sarjana hukum dan lulus tes masuk kejaksaan.

Kursi Jaksa Agung Muda yang ia duduki kini adalah hasil dari kebulatan visinya sejak lebih dari tiga dekade lalu. Ia mulai menjadi jaksa pada tahun 1994. Tahun 2024 ini tepat 30 tahun Reda Manthovani menjalani kariernya. Jika dihitung sejak tahun 1992 sebagai calon jaksa, sudah 32 tahun Reda menjadi bagian dari korps Adhyaksa.

Hukumonline.com

“Sejak awal saya sudah mau jadi jaksa sebagai tujuan, walaupun saat kuliah pernah belajar jadi lawyer di LBH untuk tahu bagaimana hukum acara dipraktikkan,” ujarnya. Reda mengikuti Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) yang digelar LBH Jakarta sejak tahun 1980. Jaksa Agung Muda Intelijen ini adalah salah satu generasi awal peserta KALABAHU. “Saya mau dapat banyak tambahan ilmu, karena dulu tidak bisa ikut magang praktik di kejaksaan jadi akhirnya ikut KALABAHU di LBH,” kata Reda menambahkan.

Selama empat tahun studi sarjana hukum tekadnya menjadi jaksa tidak goyah sampai kelulusan di tahun 1992. “Saya langsung daftar ke kejaksaan, tidak ada ke tempat lain. Tahun 1994 saya sudah jadi jaksa. Itu sudah tertata,” Reda menambahkan.

Mengasah Unique Selling Proposition

Reda mengaku sebagai aktivis organisasi selama sekolah dan kuliah. Ia terbiasa terlibat dalam kepengurusan OSIS dan Senat. Pengalaman ini diakui Reda ikut membentuk karakter saat memulai karier. “Saya jadi bosan kalau hanya rutinitas masuk dan pulang kerja. Akhirnya saya cari kegiatan lain seperti kursus bahasa Inggris dan bahasa asing lain. Ini membantu saya bisa lanjut kuliah ke Prancis,” kata Reda mengenang.

Jam kerja pegawai negeri sipil di masa awalnya berkarier memberi keuntungan waktu luang untuk pengembangan diri. Saat itu Reda masih menjadi pegawai kejaksaan yang belum diangkat menjadi jaksa pada dua tahun pertama. Ia bertugas di Sukabumi, Jawa Barat. “Saya sempat alami aturan lama jam kerja yang selesai di pukul dua siang. Jadi, selesai jam kerja saya ikut kursus, cari sendiri, pakai biaya sendiri. Bukan cuma satu bahasa asing, ada bahasa Jepang,” ujarnya.

Reda segera melamar beasiswa S-2 ke luar negeri selepas lulus pendidikan jaksa di tahun 1994. “Gagal sampai empat kali. Kali kelima saya diterima di beasiswa Chevening dan BGF—Bourse du Gouvernement Français—, dapat keduanya,” Reda mengungkapkan. Baru di tahun 1999 Reda meraih hasil usahanya mencari beasiswa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait