Perlunya Penataan Regulasi untuk Kemajuan di Sektor Migas
Terbaru

Perlunya Penataan Regulasi untuk Kemajuan di Sektor Migas

Mengacu pada perkembangan regulasi dan institusi pada pengelolaan hulu migas nasional berdasarkan Pasal 33 UUD NRI 1945, maka perlu segera dilakukan penataan regulasi yang salah satu upayanya dengan segera memperbaiki UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker dan/atau menyelesaikan pembahasan tentang RUU Migas.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit

Pemerintah Indonesia terus berupaya menerjemahkan Pasal 33 UUD NRI tahun 1945 ke dalam aturan perundang-undangan agar dapat diimplementasi dengan baik. Namun demikian kondisi politik, sosial, ekonomi yang terjadi pasca kemerdekaan menjadikan tindakan membuat kebijakan terkendala sehingga regulasi mengenai pertambangan terutama pertambangan minyak dan gas turut terhambat.

Kebijakan awal yang dikeluarkan pemerintah Indonesia berkaitan dengan pertambangan migas adalah untuk menasionalisasi wilayah kerja dan perusahaan migas yang ada. Selanjutnya pemerintah menata lembaga pengelola migas sumber daya migastermasuk skema kerja sama yang diterapkan agar pengelolaan migas dapat memberikan kesejahteraan bagi sebesar-besar rakyat Indonesia.

Dalam perkembangannya, pemerintah telah menerbitkan 76 regulasi sejak tahun 1948. Dimulai dari PP No 55 Tahun 1948 tentang Perusahaan Tambang Minyak dijadikan perusahaan di bawah pengawasan Angkatan Perang hingga Perpres No 36 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perpres No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Sementara itu untuk pengelolaan migas, negara melakukan nasionalisasi perusahaan migas asing pasca kemerdekaan, dan melahirkan perusahaan negara yang diberikan tugas untuk mengelola wilayah kerja migas. Nasionalisasi juga berdampak pada dibentuknya lembaga baru yang bertugas untuk mengawasi kegiatan pengelolaan migas hingga selanjutnya berubah menjadi Departemen dan kemudian Kementrian.

Selain perusahaan negara yang sengaja dibentuk oleh pemerintah sebagai organ negara dalam menjalankan pengelolaan migas, pemerintah juga membentuk Departemen/Kementrian. Pasca disahkannya UU No. 22 tahun 2001, pemerintah membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Namun demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi No.36/PUU-X/2012 membubarkan BP Migas yang selanjutnya tugas dan fungsi BP Migas dialihkan pada Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas yakni Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Meski sudah dibubarkan sejak tahun 2012 dan dibentuk lembaga sementara, tetapi hingga tahun 2022 belum dibentuk lembaga permanen guna mengambil alih tugas dari SKK Migas. Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi industri hulu migas dengan ketidakpastian lembaga pengelola migas. Hal ini juga dimungkinkan mempengaruhi hubungan kerja sama pengelolaan migas mengingat keberadaan SKK Migas semestinya hanya bersifat sementara.

Tags:

Berita Terkait