Perlunya Penataan Regulasi untuk Kemajuan di Sektor Migas
Terbaru

Perlunya Penataan Regulasi untuk Kemajuan di Sektor Migas

Mengacu pada perkembangan regulasi dan institusi pada pengelolaan hulu migas nasional berdasarkan Pasal 33 UUD NRI 1945, maka perlu segera dilakukan penataan regulasi yang salah satu upayanya dengan segera memperbaiki UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker dan/atau menyelesaikan pembahasan tentang RUU Migas.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit

Institusi inilah yang kemudian menjadi wakil negara sebagai pemegang hak penguasaan sumber daya dalam menyelenggarakan kegiatan hulu migas. Kehadiran institusi pada pengelolaan hulu migas memiliki peran penting karena dengan fungsi dan kewenangannya institusi dapat menjadikan migas sebagai penggerak kemajuan negara atau justru sebaliknya.

Dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan kegiatan hulu migas, pemerintah berupaya untuk memaksimalkan potensi migas nasional melalui kebijakan (beleid) yang disahkan. Di Indonesia, maksimalisasi potensi migas adalah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan migas nasional yang didasarkan pada Pasal 33 UUD NRI tahun 1945 yakni kesejahteraan social melalui pemanfaatan migas untuk sebesar-besar masyarakat Indonesia.

Pasca proklamasi kemerdekaan di tahun 1945, pemerintah Indonesia berupaya untuk menata ketentuan hukum sebagai landasan berkegiatan. Adalah pasal 33 UUD NRI tahun 1945 yang selanjutnya dikenal sebagai landasan ekonomi dan diterjemahkan menjadi beragam aturan turunan agar dapat menjadi petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan ekonomi termasuk pertambangan minyak dan gas.

Melalui pasal 33 UUD NRI 1945, para pendiri bangsa bercita-cita mewujudkan keadilan sosial di bidang ekonomi dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam perjalanannya pasal ini diamandemen dengan memberikan tambahan tentang demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Tafsir pasal ini terutama mengenai penguasaan juga mengalami perkembangan. Di tahun 2003, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan No. 001-021-022/PUU-1/2003 menyatakan bahwa penguasaan negara terhadap cabang produksi bertujuan untuk memenuhi: 1) ketersediaan yang cukup; 2) distribusi yang merata; dan 3) terjangkaunya harga bagi orang banyak.

Selanjutnya pada Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 dinyatakan bahwa penguasaan negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Kemudian di tahun 2010, melalui Putusan No.3/PUU-VIII/2010, Mahkamah berpendapat bahwa penguasaan oleh negara meliputi sejumlah fungsi yakni: 1) mengadakan kebijakan (beleid); 2) melakukan pengaturan (regelendaad); 3) melakukan pengurusan (bestuurdaad); 4) melakukan pengelolaan (beheersdaad); dan 5) melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad). Kelima fungsi tersebut apabila merujuk pada putusan di tahun 2010 maka harus bersifat kumulatif dilakukan oleh negara karena apabila tidak terpenuhi maka tidak mencapai kemakmuran bagi sebesarbesarnya rakyat.

Tafsir ini kemudian berkembang setelah di tahun 2012, Mahkamah melalui Putusan No. 36/PUU-X/2012 berpendapat bahwa terdapat tingkatan dalam tindakan penguasaan oleh negara. Tingkatan pertama adalah pengelolaan (beheersdaad). Tingkatan kedua adalah membuat kebijakan dan pengurusan. Kemudian pada peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. Berdasarkan putusan ini pula, Mahkamah menegaskan bahwa pengelolaan oleh negara adalah melalui Badan Usaha Milik Negara.

Tags:

Berita Terkait