Pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto Upaya Sistematis Mengendalikan Mahkamah
Terbaru

Pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto Upaya Sistematis Mengendalikan Mahkamah

Ada tujuh catatan. Mulai DPR keliru menafsirkan surat dari Ketua MK, menabrak ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, ahistoris dengan produk UU yang dihasilkan sendiri, hingga berkaitan dengan kontestasi politik 2024 mendatang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Kalau sudah seperti ini, MK hanya akan menjadi lembaga yang memenuhi kepentingan politik penguasa. Akibat terburuknya, legislasi-legislasi bermasalah yang kerap diinisiasi oleh pemerintah maupun DPR akan mendapatkan cap legitimasi oleh MK,” katanya.

Ketujuh, langkah DPR memberhentikan masa jabatan hakim konstitusi di tengah masa jabatannya belum rampung dapat dikaitkan dengan kontestasi politik 2024 mendatang. Sebab, bukan tidak mungkin menjadi siasat partai tertentu dalam mengamankan konsolidasi politiknya. Terutama dalam kaitan dengan produk legislasi atau bahkan kewenangan MK lain seperti memutus perselisihan hasil pemilihan umum. 

“ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo menolak mengeluarkan Keppres pemberhentian hakim konstitusi dan pengangkatan sebagaimana yang telah diusulkan oleh DPR,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, Hakim Konstitusi Aswanto merupakan usulan dari DPR. Namun secara mendadak, Aswanto diberhentikan dari jabatannya dengan terlebih dahulu Komisi III menggelar uji kepatutan terhadap Guntur Hamzah yang notabene Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK. Hasilnya, Guntur Hamzah ditetapkan Komisi III menjadi pengganti Aswanto. Keputusan tersebut diboyong dalam rapat paripurna pada Kamis (29/9/2022) pekan lalu

Tags:

Berita Terkait