Ngadinah: Dari Buruh Pabrik Jadi “Lawyer
Edsus Akhir Tahun 2010:

Ngadinah: Dari Buruh Pabrik Jadi “Lawyer

Mengadu nasib ke Jakarta bermodalkan ijazah SD.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Kalah dalam Pemilu 2004 dan berada dalam kondisi menganggur setelah mengundurkan diri dari PT Panarub tak berarti kiamat bagi Ngadinah. Ia bertekad untuk menyelesaikan kuliahnya. Untuk bertahan hidup, Ngadinah memilih berjualan makanan.

 

“Malam saya belanja ke pasar, paginya memasak, lalu menjualnya hingga menjelang sore hari. Setelah itu saya berangkat kuliah,”

 

Pada 2007, Ngadinah berhasil menyelesaikan kuliahnya. Gelar sarjana hukum ia sandang. Gelar yang semakin memantapkan bahwa Ngadinah adalah orang yang tepat menduduki jabatan Ketua Departemen Hukum dan HAM GSBI sejak 2006.

 

UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang memungkinkan pengurus serikat pekerja bertindak sebagai kuasa hukum buruh dijadikan landasan bagi Ngadinah untuk membela koleganya.

 

Sebagai ‘lawyer’, rapor keberhasilan Ngadinah dalam menyelesaikan kasus terbilang sukses. Di PHI Serang, Banten, ia berhasil memenangkan empat kasus yang putusannya memerintahkan pengusaha mempekerjakan lagi kliennya. Sementara di PHI Bandung, tiga dari lima kasus berhasil ia menangkan. “Yang pasti, ini bukan kemenangan saya pribadi. Tapi hasil perjuangan bersama teman-teman buruh.”

 

Meski menghabiskan hampir sebagian besar hidupnya untuk perjuangan buruh, Ngadinah mengaku tak pernah terinspirasi oleh tokoh aktivis buruh perempuan yang lain semisal Marsinah, Dita Indah Sari, dll. “Maap, ini bukannya saya sombong. Tapi saya memilih jalan ini bukan karena latah ingin mengikuti tokoh perempuan yang lain. Mungkin karena memang saya sudah ditakdirkan seperti ini.”

 

Lebih jauh Ngadinah mengaku belum terobsesi untuk menekuni profesi sebagai Advokat. Soalnya, ia masih ingin terus berjuang bersama buruh. “Lagi pula biaya PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) dan ujiannya mahal, mas,” selorohnya. 

Tags:

Berita Terkait