Merespon SEMA No.07 Tahun 2010: Institusionalisasi Hukum Tahapan Pemilukada

Merespon SEMA No.07 Tahun 2010: Institusionalisasi Hukum Tahapan Pemilukada

Medio April 2010 lalu menjadi awal periode kedua pelaksanaan Pemilukada 2010. Mandat konstitusi sesungguhnya hanya menyiratkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis.

Bacaan 2 Menit

 

Ketika menjelang pemilu 2009 lalu, setidaknya ada empat putusan pengadilan yang menghiasi pelaksanaan tahapan pemilu 2009. Keempat putusan yang kesemuanya diputuskan PTUN bisa kita kaji. Pertama, Putusan PTUN Jakarta tentang dikabulkannya permohonan 4 empat partai yang mencapai Electoral Treshold pada pemilu 2004 untuk ikut secara otomatis pada pemilu 2009. Kedua, putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan Partai Republiku terhadap keputusan KPU yang tidak meloloskan mereka ikut pemilu. Partai Republiku oleh PTUN Jakarta  dianggap berhak ikut pemilu karena fakta di persidangan membuktikan bahwa Partai Republiku memiliki struktur di 29 Provinsi, melebihi persyararatan minimal, yakni 15 provinsi. KPU tidak meloloskan dalam proses verikasi karena KPU menganggap bahwa Partai Republiku hanya memiliki struktur di 14 provinsi. Dalam perkara ini, KPU kalah dua kali sehingga saat saat itu KPU mengajukan kasasi ke MA.

 

Ketiga, putusan sela yang dikeluarkan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan PKB versi Gus Dur yang menggugat pengambilalihan kantor sekretariat DPP PKB oleh PKB versi Muhaimin. Putusan PTUN membatalkan Keputusan MenhunHAM yang menyebut bahwa alamat Sekretariat DPP PKB di Jalan Siliwangi Jakarta. Keempat, ditolaknya gugatan PKB versi Gus Dur oleh PTUN Jakarta yang menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan DPP PKB versi Muhaimi Iskandar. Dari empat gugatan tersebut, sebenarnya dapat dikategorikan menjadi dua ranah perkara. Yakni perkara dalam tahapan verifikasi peserta pemilu dan perkara yang terkait dengan keabsahan partai politik yang berkaitan dengan kepesertaan dalam pemilu 2009. Kesemua perkara tersebut berada dalam ranah tahapan yang tidak terkait dengan hasil pemilihan umum.

 

Merajut Optimisme dengan SEMA No. 7 Tahun 2010

Terlepas pro kontra atas SEMA No. 8 Tahun 2005, optimisme terhadap proses pelembagaan hukum dalam pemilukada kembali muncul pasca Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2010 (SEMA 2010) tentang Petunjuk Tekhnis Sengketa Mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) pada tanggal 11 Mei 2010. Secara substansi, materi  SEMA 2010 memiliki perbedaan yang fundamental dengan substansi SEMA 2005. Bahkan materi  SEMA 2010 cenderung berusaha “meluruskan” materi SEMA 2005. Dalam hal ini SEMA 2010 menegaskan bahwa pasal 2 huruf g UU No. 5 Tahun 1986 menyiratkan bahwa keputusan-keputusan atau ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh KPU/KPUD mengenai hasil Pemilihan Umum, tidak dapat digugat di PTUN.

 

Namun SEMA ini membedakan dua jenis kelompok keputusan, yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tahap persiapan penyelenggaraan Pilkada dan di lain pihak keputusan yang berisi mengenai hasil pemiliha umum. Dengan Demikian SEMA 2010 ini mengatur bahwa keputusan-keputusan yang belum atau tidak merupakan ‘hasil pemilihan umum” dapat digolongkan sebagai keputusan di bidang urusan pemerintahan dan oleh karenanya sepanjang keputusan tersebut memenuhi kriteria UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 1 ayat (9) maka tetap menjadi kewenangan PTUN untuk memeriksa dan mengadilinya. Hal ini disebabkan karena keputusan tersebut berada di luar jangkauan perkecualian sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 2 huruf g UU PTUN.

 

Tegasnya, SEMA 2010 memberikan peluang kepada pencari keadilan untuk menyelesaikan persoalan hukum pemilukada pada semua tahapan kecuali yang terkait dengan tahapan hasil penghitungan suara di Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

Namun demikian, dalam pelaksanaan SEMA 2010 Mahkamah Agung memberi dua catatan penting. Pertama, Pemeriksaan terhadap sengketanya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara agar dilakukan secara prioritas dengan mempercepat proses penyelesaian sengketanya. Kedua, Dalam proses peradilan, Ketua Pengadilan Tata usaha Negara atau Majelis Hakim yang ditunjuk memeriksa sengketanya agar secara arif dan bijaksana mempertimbangkan dalam kasus demi kasus tentang kemanfaatan bagi penggugat ataupun tergugat apabila akan menerapkan perintah penundaan yang dimaksudkan ketentuan pasaln 67 ayat (2), (3), dan (4) UU PTUN. Pesan penting dari kehadiran SEMA 2010 ini bahwa Mahkamah Agung berkeinginan agar seperti apapun konflik dan perselisihan dalam pilkada, sebaiknya dikelola bahkan diakhiri dengan melawati ketentuan hukum yang ada. Memang sangat menyedihkan ketika konflik dalam pilkada terus berlarut dengan diiringi oleh tindakan kekerasan dan anarkisme.

 

Tantangan ke Depan

Beberapa hari ke depan, dengan hadirnya SEMA 2010 akan mempengaruhi dinamika dalam proses penyelesaian perkara di PTUN. Ada 244 pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang telah, sedang dan akan berlangsung sepanjang tahun 2010 ini. Sering dengan intensifnya penyelengaraan pilkada di berbagai daerah, maka para pencari keadilan akan mencoba mendasarkan SEMA 2010 ini untuk menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapi selama pemilukada. Dalam hal ini, PTUN hendaknya merespon kondisi ini dengan beberapa agenda.

Halaman Selanjutnya:
Tags: