Mengurai Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon di Indonesia
Terbaru

Mengurai Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon di Indonesia

Bursa karbon diharapkan menjadi salah satu langkah yang dapat dilakukan, demi terwujudnya target NDC.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 10 Menit

 

“Namun, sampai kini, peraturan pelaksana sehubungan dengan mekanisme perdagangan karbon, baik pada sektor maupun subsektor yang telah terbit adalah pada subsektor pembangkit listrik dan kehutanan,” kata Associate dari IABF Law Firm, Mohammad Reihansyah. 

 

Tata cara perdagangan karbon pada subsektor pembangkit tenaga listrik telah diatur pada Permen ESDM No. 16/2022. Sebagaimana diatur pada Perpres No. 98/2021 dan Permen LHK No. 21/2022, mekanisme perdagangan karbon pada subsektor pembangkit tenaga listrik dilakukan melalui perdagangan emisi dan offset GRK dengan ketentuan khusus meliputi:

 

  1. Perdagangan emisi tidak dapat dilaksanakan antarunit pembangkit tenaga listrik yang berada dalam satu unit pembangkit tenaga listrik yang sama;
  1. Offset GRK dilakukan pada usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh SPE-GRK (dapat berasal dari kegiatan pengurangan emisi GRK sektor energi, seperti kegiatan pembangkitan yang memanfaatkan sumber energi baru dan energi terbarukan, kegiatan subsektor transportasi, bangunan, dan industri termasuk pelaksanaan efisiensi energi, serta kegiatan lainnya pada sektor energi).

 

“Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk menyampaikan hasil pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, yang berupa pencatatan dan pelaporan rekapitulasi perdagangan karbon melalui Aplikasi Penghitungan dan Pelaporan Emisi Ketenagalistrikan (APPLE-Gatrik) paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya,” sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1), (3) dan (4) Permen ESDM No. 16/2022.

 

Selain itu, terdapat beberapa kewajiban lain yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, misalnya, (1) bagi pelaku usaha yang melaksanakan perdagangan emisi harus mengunggah dokumen surat pernyataan persetujuan transfer unit karbon antar unit pembangkit tenaga listrik dan bukti transaksi keuangan transfer unit karbon dan/atau (2) bagi pelaku usaha yang melaksanakan offset GRK harus mengunggah dokumen bukti pelaksanaan offset emisi GRK; (3) wajib menyampaikan laporan emisi GRK pembangkit tenaga listrik untuk setiap unit pembangkit tenaga listrik yang memuat data aktivitas unit pembangkit tenaga listrik dan data pengusahaan unit pembangkit tenaga listrik yang disampaikan melalui APPLE-Gatrik paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya.

 

Sedangkan pada sektor kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) telah menerbitkan Permen LHK No. 7/2023; di mana perdagangan karbon pada sektor ini dilakukan pada subsektor kehutanan dan subsektor pengelolaan gambut dan mangrove. Perdagangan karbon dilakukan pada sejumlah kawasan, seperti (1) Kawasan Hutan Produksi Tetap, Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi dan Blok Pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung yang Telah Dibebani Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, atau Hak Pengelolaan; (2) Kawasan Hutan Produksi Tetap, Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi dan Blok Pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung yang Belum Dibebani PBPH, Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, atau Hak Pengelolaan; (3) Blok Kawasan Hutan Lindung Lainnya; (4) Kawasan Gambut dan Mangrove yang Berada di Dalam Kawasan Hutan; (5) Kawasan Gambut dan Mangrove yang Berada di Luar Kawasan Hutan; (6) Kawasan Hutan Konservasi; (7) Hutan Adat; (8) Hutan Hak; dan (9) Hutan Negara yang Bukan Merupakan Kawasan Hutan.

 

Berdasarkan Pasal 8 Permen LHK No. 7/2023, pelaksana perdagangan karbon juga harus memenuhi ketentuan:

  1. pemegang PBPH, hak pengelolaan, dan pemilik hutan hak milik harus memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat legalitas hasil hutan, atau deklarasi hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial paling rendah memperoleh klasifikasi silver dalam penyelenggaraan perhutanan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
  3. masyarakat hukum adat, pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial, dan masyarakat pemilik hutan hak yang melakukan usaha dan/atau kegiatan offset emisi GRK harus mendapat pendampingan atau mitra yang memiliki pengalaman atau keahlian terkait pengukuran karbon, perencanaan dan pelaksanaan proyek atau mengakses pasar karbon.

 

Adapun penyelenggaraan perdagangan karbon sektor kehutanan juga dilakukan melalui perdagangan emisi dan offset GRK. Ketentuan khususnya, dapat dilihat pada Permen LHK No. 7/2023.  

 

Penutup

Pengembangan bursa karbon direncanakan akan dilakukan melalui tiga tahap—di mana tahap pertama akan dilakukan pada 2023-2024; tahap kedua pada 2025-2026, dan tahap ketiga pada 2027-2030.

 

Pada akhirnya, bursa karbon diharapkan menjadi salah satu langkah yang dapat dilakukan demi terwujudnya target NDC. “Untuk itu mari kita dukung upaya Pemerintah dengan cara meningkatkan kesadaran, kepedulian dan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca,” pungkas Almaida.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan IABF Law Firm.

 

[1] Pasal 7 ayat (2) POJK No. 14/2023.

[2] Pasal 7 ayat (5) POJK No. 14/2023.

[3] Pasal 11 Permen LHK No. 21/2022.

[4] Pasal 12 ayat (1) dan (2) Permen LHK No. 21/2022.

[5] Pasal 13 ayat (3) jo. Pasal 12 ayat (6) jo.Pasal 12 ayat (7) Permen LHK No. 21/2022.

[6] Pasal 13 ayat (1) dan (2) Permen LHK No. 21/2022.

[7] Pasal 3 ayat (3) POJK No. 14/2023.

Tags:

Berita Terkait