Mengenal Pemberian Fasilitas Pajak di Bidang Properti
Kolom

Mengenal Pemberian Fasilitas Pajak di Bidang Properti

Merujuk pada Pergub DKI Jakarta 23/2023, PMK 60/2023, dan PMK 120/2023.

Bacaan 6 Menit
Founder & Director HSI Consulting, Ari Irfano. Foto: IstimewaFounder & Director HSI Consulting, Ari Irfano. Foto: Istimewa.
Founder & Director HSI Consulting, Ari Irfano. Foto: IstimewaFounder & Director HSI Consulting, Ari Irfano. Foto: Istimewa.

Fasilitas pajak di bidang properti dapat menjadi bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendorong investasi di sektor properti. Fasilitas ini juga mewujudkan program pemerintah dalam rangka mewujudkan perumahan terjangkau, meningkatkan daya beli masyarakat, serta mencapai tujuan-tujuan lainnya. Fasilitas ini dapat berupa pembebasan pajak tertentu atau pengurangan tarif pajak untuk pemilik properti atau pengembang.

Ada beberapa bentuk pemberian fasilitas pajak di bidang properti yang diterapkan oleh pemerintah. Berikut ini akan penulis uraikan beserta contohnya.

Baca juga:

Kenali 2 Skema Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan

Beragam Upaya Pemerintah Benahi Tata Kelola Perpajakan

Pembebasan PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibebaskan adalah fasilitas berupa pajak masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak (BKP) tidak dapat dikreditkan. Pemerintah telah menerbitkan aturan perpajakan yaituPeraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PMK 60/2023). Terbitnya PMK 60/2023 menandai hadirnya fasilitas pembebasan PPN terkait pembelian rumah. PMK 60/2023 ini mulai berlaku pada 12 juni 2023. Jenis BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN yaitu rumah umum, rumah pekerja, pondok boro, asrama mahasiswa & pelajar.

Rumah umum merupakan rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi orang pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rumah pekerja merupakan bangunan yang dibiayai dan dibangun oleh pemberi kerja dan diperuntukkan bagi karyawannya sendiri—yaitu WNI dalam kriteria MBR—, tapi tidak termasuk pemegang saham, direksi, komisaris, dan pengurus perusahaan.

Rumah umum dan rumah pekerja yang dapat dibebaskan dari pengenaan PPN harus memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Rumah umum dan rumah pekerja tersebut merupakan rumah pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri oleh WNI dengan kriteria MBR serta tidak dipindahtangankan selama empat tahun sejak dimiliki. Rumah tersebut hanya boleh memiliki fungsi sebagai bangunan tempat tinggal yang layak huni, tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor. Luas bangunannya ≥ 21 m2 dan ≤ 36 m2, lalu luas tanahnya ≥ 60 m2 dan ≤ 200 m2.

Harga jual rumah tidak melebihi batasan harga jual yang sudah ditetapkan dalam lampiran PMK 60/2023. Batasan harga jual rumah umum dan rumah pekerja yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah sebagai berikut. Zona Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kep. Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) pada tahun 2023 sebesar Rp162 juta, sedangkan pada tahun 2024 yaitu Rp166 juta.

Zona Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun 2023 sebesar Rp177 juta, sedangkan pada tahun 2024 yaitu Rp182 juta. Zona Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) pada tahun 2023 sebesar Rp168 juta, sedangkan pada tahun 2024 yaitu Rp173 juta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait