Mengatur Hacking hingga HKI
UU ITE:

Mengatur Hacking hingga HKI

Dilarang mendistribusikan informasi elektronik yang melanggar kesusilaan, mengandung muatan perjudian, penghinaan dan pengancaman.

Her/Ycb
Bacaan 2 Menit

 

Yang menarik, salah satu wewenang PPNS, demikian isi Pasal 43 ayat 5 huruf (f), adalah meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan. Ahli yang dimaksud di sini tentu saja adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang TI. Namun tak cuma itu. Penjelasan pasal tersebut menyatakan, pengetahuan seorang ahli itu harus bisa dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis.

 

Penyelesaian Sengketa

Dari ketentuan Pasal 2 sudah tampak, UU ini didesain untuk dapat menjadi payung hukum bagi perselisihan hukum yang lintas negara. Karena itu, dalam hal terjadi sengketa, UU ini menekankan diberlakukannya asas hukum perdata internasional.

 

Soal kontrak elektronik lintas negara diatur dalam Pasal 18. Ditegaskan di sana, para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi yang dibuatnya. Jika para pihak tidak secara spesifik melakukan pilihan hukum, maka yang diberlakukan adalah hukum yang berazaskan hukum perdata internasional.

 

Jika timbul sengketa, para pihak juga memiliki kewenangan menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembga penyelesaian sengketa lainnya. Dan, jika para pihak tak menetapkan pilihannya, lagi-lagi yang berperan adalah pengadilan, lembaga arbitrase atau lembaga lainnya yang menerapkan azas hukum perdata internasional.

 

Bagaimana jika ada segolongan masyarakat yang merasa dirugikan oleh penyelenggara sistem TI? UU ini memiliki bab khusus soal penyelesaian sengketa. Bab VIII itu mengatur mekanisme pengajuan gugatan, baik secara individual maupun perwakilan.

 

Gugatan kelompok atau biasa dikenal dengan class action, dinaungi oleh Pasal 38 ayat 2. Di situ dinyatakan, masyarakat dapat mengajukan gugatan perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik yang berakibat merugikan masyarakat.

 

Sepuluh PP

Dalam dua tahun ke depan, demikian amanat Pasal 54 UU ini, pemerintah dibebani untuk menggarap sepuluh Peraturan Pemerintah (PP). UU ini sifatnya masih umum. Sepuluh PP itu harus disiapkan pemerintah untuk mengatur hal-hal yang lebih rinci, jelas Soeparlan.

 

Yang perlu diatur di PP adalah ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan. Berikutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai tanda tangan elektronik. Hal lain yang perlu diatur dengan PP ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggara Sertifikat Elektronik.

 

Selain itu, yang perlu diatur di PP adalah ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Berikutnya adalah penyelenggaraan transaksi elektronik. Juga penyelenggara agen elektronik tertentu. Tidak hanya itu, ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain juga perlu diatur di PP.

 

Hal lain yang perlu diatur di PP ialah ketentuan lebih lanjut mengenai intersepsi atau penyadapan data elektronik yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Di samping itu, peran pemerintah dalam pemanfaatan TI juga perlu diatur di PP.

 

Menurut Soeparlan, UU ini masih memiliki beberapa celah. Meski demikian, ia berharap UU ini dapat implementatif. Aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun hakim harus membaca UU ini, selorohnya.

Tags: