KPK: Surat Dakwaan Mantan Kepala BPPN Penuhi Syarat
Berita

KPK: Surat Dakwaan Mantan Kepala BPPN Penuhi Syarat

Penuntut umum berharap majelis hakim menolak eksepsi tim kuasa hukum dan melanjutkan proses pemeriksaan perkara.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

“Perbuatan Terdakwa yang menerbitkan SKL merupakan tindakan Terdakwa sebagai Badan Pejabat TUN karena dikeluarkan berdasarkan kewenangan yang diberikan atas peraturan perundang-undangan dan SKL tersebut dikeluarkan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah. Karena itu, jika memang quad non SKL yang dikeluarkan tersebut salah, maka termasuk sebagai sengketa Tata Usaha Negara dan seharusnya diuji pada peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),” kata tim kuasa hukum Syafruddin dalam eksepsinya.

 

Mengenai hal ini, penuntut umum menganggap tim kuasa hukum telah keliru dalam memahami surat dakwaan dan hanya membaca surat dakwaan secara parsial yang menganggap bahwa penerbitan SKL merupakan perbuatan yang berdiri sendiri. Padahal sesungguhnya penerbitan SKL merupakan perbuatan lanjutan dari rangkaian perbuatan Terdakwa sebelumnya yaitu menghapuskan piutang BDNI, sehingga seolah-olah seluruh kewajiban Sjamsul Nursalim telah terpenuhi.

 

Menurut penuntut umum, objek sengketa pada PTUN merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

 

Sedangkan surat dakwaan yang telah disusun sama sekali tidak mengacu/mendasarkan diri pada adanya surat Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud, melainkan pada adanya suatu perbuatan Terdakwa yang termasuk kategori tindak pidana (korupsi) yang akan kami buktikan pada acara pemeriksaan/pembuktian di persidangan.

 

Kedua, surat dakwaan dianggap Error in Persona karena waktu pengakhiran tugas BPPN tanggal 27 Februari 2004 atas perintah KKSK yaitu Hak Tagih PT BDNI kepada petambak telah diserahkan sebesar Rp4.8 Triliun kepada Menteri Keuangan. Selain itu, terhitung sampai dengan berakhirnya dan/atau bubarnya BPPN berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN, hak tagih PT BDNI kepada petambak tidak pernah dijual dibawah nilai buku, meskipun berdasarkan pasal 26 ayat (2) PP Nomor 17, Ketua BPPN mempunyai kewenangan melakukan perbuatan tersebut.

 

Dengan demikian, walaupun ada keputusan KKSK No.02 tanggal 13 Februari 2004 yang memutus adanya penghapusan atas sebagian hutang petambak yang akan memberi kewenangan kepada BPPN untuk menjual hutang petambak dibawah nilai buku yang dapat mengakibatkan penghapusan hak tagih BPPN kepada petambak, namun perbuatan tersebut tidak dilakukan Syafruddin.

 

Penjualan yang mengakibatkan hapusnya hak tagih pemerintah kepada petambak terjadi pada saat penjualan hutang petambak oleh Menteri Keuangan, bersama-sama dengan PT PPA. Kerugian Negara timbul menurut laporan Audit BPK Tahun 2017 akibat tindakan penjualan piutang petani tambak Rp4.8 Triliun adalah sebesar Rp220 Miliar yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dan PT PPA pada tahun 2007.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait