Kepemilikan Silang di Media Penyiaran Kebebasan Pers atau Ancaman Demokrasi
Kolom

Kepemilikan Silang di Media Penyiaran Kebebasan Pers atau Ancaman Demokrasi

Perdebatan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran akan terus bergulir karena sampai saat ini RUU Penyiaran belum ditetapkan sebagai Undang-Undang oleh DPR. Salah satu perdebatan di dalam RUU Penyiaran, yaitu perlu tidaknya larangan kepemilikan silang (cross ownership) media penyiaran di Indonesia. Wacana ini penting untuk terus diperdebatkan mengingat akan dilakukan kompromi antara DPR serta praktisi dan pemilik media penyiaran untuk mengakhiri perseteruan pendapat dalam waktu dekat ini.

Bacaan 2 Menit

Tidak dapat disangkal lagi bahwa media massa mempunyai peranan yang luar biasa besar dalam membangun sebuah sistem demokrasi yang sehat dan mandiri. Termasuk, melaksanakan fungsinya dalam mendemokratisasikan demokrasi. Untuk melaksanakan fungsi itu, membangun sebuah sistem penyiaran yang demokratis merupakan sebuah syarat mutlak. Akan sangat naif bila kita mengharapkan media melaksanakan fungsi mendemokrasikan demokrasi, padahal media penyiaran dibangun dari sistem yang tidak demokratis.   

Karena itu, mencabut larangan cross ownership dengan alasan demokrasi menjadi ide yang tidak populer lagi. Pasalnya, demokrasi sendiri dapat mengalami proses pasang surut. Ini artinya, over demokrasi melalui monopoli informasi akan sangat mungkin terjadi bila tidak ada ketentuan yang tegas tentang larangan atau batasan cross ownership dalam RUU Penyiaran.

Tiga model kepemilikan media massa

Sebelum konsep pengaturan perlu tidaknya larangan cross ownership dirumuskan sebagai sebuah kebijakan negara, terlebih dulu kita harus melihat bagaimana model kepemilikan media massa yang ada di sebagian negara. Andrew O Baoil dalam sebuah tulisan yang berjudul The Effect of Ownership Structure on the Media Agenda, menyatakan ada tiga model kepemilikan media massa. Ketiga model kepemilikan media itu adalah conglomerate commercial model, public service model, dan community model.

Pertama, conglomerate commercial model. Dalam model bisnis media massa ini, Ben Bagdikian (pakar media massa AS) menjelaskan bahwa satu media hanya digunakan untuk mempromosikan ide yang sama, yaitu produk selebritis atau politisi di media. Akibatnya,  perusahaan komersil acap kali hanya mencari keuntungan maksimal saja, tidak memikirkan bagaimana social impact yang ditimbulkan dari program yang mereka hasilkan. Periklanan adalah bagian yang sangat penting bagi model media konglomerat ini. Bagi praktisi maupun pemilik media massa, iklan telah menjelma menjadi juru selamat yang sangat menentukan maju tidaknya model bisnis ini.

Model yang kedua, public service atau pelayanan masyarakat. Model kepemilikan media ini ditujukan untuk menghindari adanya pendapat pribadi (personal opinion) dari seorang jurnalis. Dengan menggunakan model ini, terdapat penekanan pada konsep subyektivitas, keseimbangan secara keseluruhan. Model ini disebabkan kesadaran akan pentingnya kekuatan dari broadcasting. Mereka mendapatkan dana dari mana saja, termasuk dari iklan dan alokasi dari parlemen dan juga pajak.

Model ketiga, yaitu community media (media masyarakat) dapat dilihat sebagai cara ketiga, bukan siaran komersil dan bukan pula siaran negara. Keuntungan model community media ini adalah mudahnya masyarakat melakukan akses ke televisi atau radio. Karena didasarkan pada masyarakat lokal, maka akses televisi yang sering kali terhambat karena adanya masalah ekonomi dan editorial menjadi dapat dieliminasi. Masyarakat terlibat langsung dalam berbagai perdebatan di televisi karena acara TV pada model ini berkaitan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Tiga model kepemilikan penyiaran di atas penting untuk kita perhatikan sebelum kita mengambil keputusan perlu tidaknya larangan atau pembatasan cross ownership di media penyiaran. Pasalnya,  bisnis penyiaran merupakan sebuah bidang bisnis yang unik, sehingga tidaklah bijak bila kita membebaskan begitu saja kegiatan bisnis ini. Bagaimanapun bisnis penyiaran tidak bisa melepaskan kepentingan publik yang melekat kuat padanya.

Tags: