Inilah Sejumlah Tantangan Reformasi Birokrasi Bagi Presiden Terpilih
Melek Pemilu 2024

Inilah Sejumlah Tantangan Reformasi Birokrasi Bagi Presiden Terpilih

Problem terbesarnya, korupsi kepala daerah umumnya menyeret banyak ASN yang merusak reformasi birokrasi. Ke depan, reformasi birokrasi diharapkan menghasilkan efisiensi.

Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit
Guru Besar UI Prof Eko Prasojo dan Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan (tengah), dalam diskusi dan peluncuran buku 'Isu-Isu Kontemporer Kebijakan dan Governansi Publik di Indonesia', Rabu (10/1/2024). Foto: MYS
Guru Besar UI Prof Eko Prasojo dan Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan (tengah), dalam diskusi dan peluncuran buku 'Isu-Isu Kontemporer Kebijakan dan Governansi Publik di Indonesia', Rabu (10/1/2024). Foto: MYS

Siapapun yang terpilih menjadi presiden pada Pemilu 14 Februari 2024 mendatang, dan seberapa besar tim kerja di bawah presiden, ada banyak pekerjaan rumah reformasi birokrasi yang harus diselesaikan. Pemimpin terpilih perlu menyadari terjadinya perubahan-perubahan, seperti perkembangan teknologi yang mempengaruhi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan proses dan saling berkaitan dengan bidang lain seperti penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Itu sebabnya, Presiden terpilih dan tim juga perlu melakukan langkah-langkah strategis pemberantasan korupsi yang selama ini menjangkiti birokrasi. Bayangkan, sepanjang periode 2005-2023, tercatat tidak kurang dari 449 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terseret korupsi, 503 anggota DPR dan DPRD, 27 kepala lembaga/menteri, 5 ketua umum partai politik, dan 2.496 aparatur sipil negara. Praktik korupsi itu jelas-jelas merusak birokrasi.

“Setiap korupsi kepala daerah hampir selalu menyeret birokrasi, seperti kepala-kepala dinas,” ujar Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan, dalam diskusi dan peluncuran buku Isu-Isu Kontemporer Kebijakan dan Governansi Publik di Indonesia di Depok, Rabu (10/1/2024).

Baca Juga:

Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Prof Eko Prasojo menyampaikan 6 hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka reformasi birokrasi ke depan. Pertama, berkaitan dengan penyakit korupsi yang menjangkiti birokrasi, pengawasan terhadap pembinaan Aparatur Sipil Negara (ASN) tetap diperlukan. Selama ini, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di banyak kementerian/lembaga dan daerah adalah pejabat politik, sehingga pengisian jabatan-jabatan melibatkan pertimbangan politis, bukan semata pada sistem merit. Meski, pengisian jabatan publik itu diawasi oleh KASN. Namun, Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara – kini menjadi Undang-Undang Nomor Tahun 2023—telah menghilangkan KASN. Hilangnya KASN dikhawatirkan menyuburkan campur tangan politik terhadap pengisian jabatan-jabatan publik.

Kedua, reformasi birokrasi harus menyentuh penataan kelembagaan. Banyaknya lembaga yang dibentuk bukan hanya berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan, tetapi juga menguras anggaran yang tidak sedikit. Struktur organisasi seharusnya tidak lagi income-based, melainkan outcome-based. Struktur organisasi seharusnya mengikuti strategi yang hendak dipakai mencapai tujuan.

Ketiga, dalam reformasi birokrasi peran kepemimpinan sangat penting. Pemimpinlah yang menjadi menjadi contoh dan mengarahkan ke mana birokrasi hendak dibawa. Selama ini memang sudah ada program kepemimpinan nasional yang dijalankan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Menurut Prof. Eko, program ini perlu dievaluasi, terutama untuk menjawab pertanyaan: apa saja perubahan yang dilakukan oleh para pemimpin yang sudah lolos dari program tersebut? Selain itu, seorang pemimpin lembaga harus memiliki kapasitas dasar agar dapat menjalankan dan memimpin reformasi birokrasi. Seleksi para pejabat publik atau pemimpin seharusnya mempertimbangkan secara sungguh-sungguh kapasitas dasar yang dimiliki kandidat.

Tags:

Berita Terkait