Terminologi kecurangan pemilu menjadi istilah yang ramai digunakan, khususnya selama proses dan pasca Pemilihan Umum Presiden Indonesia (Pilpres) 2024. Mengingat pelbagai bentuk pelanggaran pemilu bisa saja terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), Themis Indonesia bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), dan sejumlah lembaga lainnya menyusun “Titik Rawan Kecurangan dan Platform Peta KecuranganPemilu.com”.
Wadah ini dapat menjadi panduan bagi masyarakat, relawan hingga generasi Z (Gen Z) untuk melaporkan beragam bentuk kecurangan pemilu yang terjadi. Terlebih, asas pemilu dilakukan secara langsung, umum, bebas dan rahasia (luber), serta diselenggarakan dengan memegang prinsip penyelenggaran yang jujur dan adil (jurdil).
“Jika hendak diklasifikasikan kecurangan pemilu atau election fraud terbagi menjadi tiga bentuk pelanggaran yaitu kecurangan terkait pelanggaran etik, administrasi, dan kecurangan yang bersifat tindak pidana. Ketiganya dapat berujung pada sengketa hasil pemilu,” kata pemapar hasil Penelitian Peta Kecurangan Pemilu, Hemi Lavour Febrinandez dari Themis Indonesia, Minggu (7/1/2023) di Jakarta.
Baca Juga:
- Masyarakat Diminta Awasi Pemilu Lewat Laman JagaPemilu.com
- Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024
- Cara AMSI 'Membumikan' Cek Fakta Jelang Pemilu 2024
Hemi Lavour melanjutkan penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif serta memanfaatkan big data analysis yang tersebar dalam berbagai bentuk akses informasi terbuka, lalu digabungkan dengan sumber-sumber premier. Setidak-tidaknya, kata Lavour, platform ini dapat menjadi bagian dalam memetakan titik rawan kecurangan daripada wilayah atau bagian tertentu dalam penyelenggaran pemilu.
Berdasarkan catatan Lavour ada 10 provinsi di Indonesia dengan tingkat kerawanan tinggi, seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Sulawei Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Tenggara dah Gorontalo. Tingkat kerawanan tinggi kecurangan pemilu tersebut diidentifikasi berdasarkan alur waktu penjabat kepala daerah dari Mei 2022 hingga 2023. Hasilnya, ada 198 penjabat Gubernur, Walikota dan Bupati yang dilantik dan telah dipimpin penjabat kepala daerah hingga Pilkada 2024.
"Melihat dari alur waktu dan jarak koordinasi yang inkonstitusional, maka pengangkatan penjabat kepala daerah ini telah mengabaikan putusan MK. Diduga pengisian penjabat berkaitan langsung dengan upaya peserta pemilu tertentu untuk memobilisasi dukungan baik dari aparatur pemerintah sampai desa, termasuk penyaluran dana hibah serta bansos yang ada," paparnya.