Ifa Sudewi : Hakim Sudah Buat Terobosan
Terbaru

Ifa Sudewi : Hakim Sudah Buat Terobosan

Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, saat ini sedang menggelar perhelatan besar untuk menyidangkan para terdakwa bom Bali. Persidangan yang mendapat sorotan dari dunia internasional ini menjadi tantangan terbesar bagi hakim agar menyidangkan kasus bom Bali sebaik-baiknya.

Bacaan 2 Menit

 

Terobosan lain adalah ketentuan pasal 168 KUHAP tentang saksi mahkota. Dalam kasus ini, kami tidak menganggap sebagai saksi mahkota terhadap terdakwa yang menjadi saksi untuk terdakwa lainnya kalau tidak ada hubungan saudara.

 

Contohnya, Amrozi dengan Ali Gufron salah satu bisa mengundurkan diri menjadi saksi karena bersaudara. Tapi kalau Amrozi dengan Imam Samudra, tidak bisa. Meskipun, sebelumnya sudah ada putusan MA dalam kasus Marsinah yang menyatakan tidak bisa mempergunakan saksi mahkota.

 

 

Apakah ada tim khusus dari Mahkamah Agung (MA) untuk menyiapkan hakim-hakim PN Denpasar dalam menangani perkara bom Bali ?

 

MA memang membentuk tim khusus yang terdiri dari Hakim Agung Effendi Lotulung, German Hoediarto, dan Toton Suprato yang dikirim ke Bali. Mereka ditugaskan ke Bali untuk melakukan pemantauan persiapan persidangan bom Bali. Mereka juga datang untuk menyamakan persepsi di kalangan hakim.

 

Tapi, kami sebagai orang hukum tidak boleh menyamakan persepsi. Kasarnya ya, kedatangan mereka untuk menyamakan persepsi di antara kami. Sementara MA juga sudah mempunyai tim yang berkaitan dengan Badan Intelejen Negara (BIN), dan hasil dari rapat mereka di bawa ke Bali untuk dibahas.

 

Apakah penyamaan persepsi ini dilakukan juga dengan jaksa?

 

Tidak. Kami menyamakan persepsi hanya di kalangan intern hakim, yaitu tentang persamaan persepsi mengenai keterangan terdakwa, perlakuan terhadap saksi. Ini kami lakukan karena kami memang memiliki sedikit perbedaan.

 

Perbedaannya di mana?

 

Misalnya, paling jelas tentang Pasal 26 Perpu Terorisme yang menyebutkan bahwa ada hasil investigasi (penyelidikan) yang harus disetujui ketua pengadilan negeri (KPN). Lalu kemudian, kami berpikir apakah perlu persetujuan KPN atau tidak, khususnya yang menyangkut data-data intelijen yang dijadikan bukti permulaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: