Hidup Bersama Karier 60 Tahun, Hartini Mochtar Kasran Tak Kenal Kata Pensiun
Utama

Hidup Bersama Karier 60 Tahun, Hartini Mochtar Kasran Tak Kenal Kata Pensiun

Terius berkarier di ruang sidang mulai dari pengadilan hingga arbitrase. Hartini masih aktif bersidang bahkan sebagai Ketua Majelis dalam arbitrase.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 7 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Ada empat pilar tinggi yang menyangga bangunan kantor Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) cabang Surabaya. Arsitekturnya mirip gedung pengadilan. Kantor ini terlihat istimewa di tengah bangunan sekitarnya yang berupa kompleks perumahan. Hukumonline punya janji temu di sana dengan seorang praktisi hukum yang juga istimewa. Jauh-jauh reporter Hukumonline terbang ke Surabaya untuk menemui sosok arbiter yang telah memimpin BANI Surabaya selama 30 tahun itu.

Hartini Mochtar Kasran bukan sekadar arbiter biasa di antara para arbiter yang ada di Indonesia. Hukumonline cukup yakin menyebut Hartini sebagai arbiter sekaligus praktisi hukum tertua yang masih aktif berkarya di Indonesia. Pada 1 Juni 2024 lalu usianya genap 94 tahun.

Hukumonline.com

“Saya selesaikan makan siang dulu,” kata Hartini saat Hukumonline berjumpa langsung dengannya di ruang santai kantor BANI Surabaya. Dibalut blazer polkadot warna biru dongker, celana panjang warna senada, dan kemeja pink, Hartini tidak terlihat seperti mbah buyut. Terlihat riasan di wajahnya.

Rambutnya disasak rapi, lebat, dan berwarna hitam. Deretan gigi putih bersih terlihat di balik senyumnya yang mengembang. Suaranya lantang dan jernih. Hampir tidak ada jeda untuk mengingat-ingat informasi dalam percakapan bersamanya. Hartini bisa menyebut dengan lancar sejumlah detail termasuk nama Rektor dan Dekan yang memimpin kampusnya di masa berkuliah.

Hartini mengajak Hukumonline untuk berbincang dengannya di ruang sidang BANI Surabaya. “Tidak ada perencanaan karier sama sekali, karena dulu saya tidak tertarik memasuki fakultas hukum. Hanya karena ayah saya, almarhum, yang menghendaki saya masuk fakultas hukum,” katanya membuat pengakuan. Ia sendiri heran masih betah berkarier di dunia hukum hingga genap 60 tahun lamanya pada tahun 2024 ini. “Ini adalah komitmen, bakti anak kepada orangtua,” kata anak kelima dari delapan bersaudara ini.

Hartini lahir tahun 1930 di Pare, Kediri. Ia tumbuh besar hingga lulus sekolah menengah atas pada 1952 di sana. Awalnya ia mau melanjutkan belajar sastra Barat di Solo. Rencana ini ditentang ayahnya yang seorang guru sekolah sekaligus aktivis di Partai Indonesia Raya (Parindra) besutan dr.Soetomo. Ayah Hartini terlibat mendampingi kebutuhan para petani yang diadvokasi oleh Parindra. “Ayah saya tertarik mendalami ilmu hukum tapi tidak kesampaian karena keburu jadi guru dan punya anak banyak. Di rak bukunya ada banyak buku ilmu hukum mulai dari seri Engelbrecht,” ujarnya.

Hukumonline.com

Ayahnya sendiri yang mengantar langsung Hartini mendaftar ke fakultas hukum. Saat itu cabang bagian Hukum di Surabaya dari Fakultit Hukum, Sosial dan Politik Universitit Negeri Gadjah Mada baru diresmikan pada 15 Juli 1952. Cabang dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta itu beralih status menjadi Fakultas Hukum Universitas Airlangga pada 10 November 1954. “Saya masuk angkatan ketiga, masuk fakultas hukum tahun 1953,” kata Hartini mengenang. Jadi, ia diterima sebagai mahasiswi hukum Universitas Gadjah Mada tapi lulus sebagai sarjana hukum alumni Universitas Airlangga.

Tags:

Berita Terkait