Revisi UU NO. 5 Tahun 1985
Upaya Peningkatan Wibawa
Fokus

Revisi UU NO. 5 Tahun 1985
Upaya Peningkatan Wibawa

Sepuluh tahun sejak diaktifkan pada 14 Januari 1991, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau yang disering disingkat Peratun tetap saja menghadapi persoalan. Khususnya, persoalan yang berkaitan dengan eksekusi putusan Peratun.

Tri/Apr
Bacaan 2 Menit

Sementara itu, mengenai pelaksanaan putusan pengadilan diatur dalam Pasal 116 ayat 2 yang memberikan batasan waktu empat bulan bagi pejabat TUN untuk mencabut keputusan TUN yang tidak sah. Apabila telah lewat batas waktu tersebut, maka keputusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

Persoalan selanjutnya, pengadilan memerintahkan kepada Pejabat TUN yang bersangkutan untuk melaksanakan putusan TUN tersebut. Namun sayangnya, perintah Peratun tidak mempunyai kekuasaan yang memaksa seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Militer.

Misalnya, pada PN untuk kasus pidana mempunyai jaksa selaku eksekutor dari putusan hakim. Sementara untuk kasus perdata, ada juru sita yang akan melaksanakan putusan hakim. Peratun menyerahkan sendiri putusan kepada pejabat TUN untuk melaksanakannya.

Kalau pejabat tersebut tidak mau melaksankan putusannya, pengadilan akan meminta pejabat atasannya untuk memerintahkan pejabat TUN yang menjadi bawahannya untuk menjalankan putusan Peratun.

Kendala desentralisasi

Benyamin Mangkoedilaga, mantan hakim tinggi PT TUN DKI Jakarta yang sekarang menjadi hakim agung, mengakui bahwa pelaksanaan putusan Peratun masih menghadapi masalah. Ini tidak terlepas karena tidak adanya sanksi  bagi pejabat TUN untuk melaksanakan putusan TUN.

Seringkali walaupun putusan Peratun telah lewat empat bulan, sesuai Pasal 116 ayat 2 putusan Peratun tersebut tidak akan berkekuatan hukum tetap. Namun, tetap saja keputusan TUN tersebut diberlakukan. Apalagi dengan adanya desentraralisasi kekuasaan dari pusat ke daerah yang akan menambah kendala melaksanaan putusan Peratun.

Lebih dari itu, Benyamin melihat bahwa sebenarnya hambatan berat dari Peratun adalah berlakunya desentaralisasi dan otonomi daerah. Pasalnya,  banyak kekuasaan yang selama ini ada di pusat akan diserahkan ke daerah. Dan ini tentu malah menambah daftar hambatan dari pelaksanaan putusan Peratun.

Tags: