DR. Dhaniswara Harjono, SH. MH: Hukum Bisnis Kita Lagi Krisis
Terbaru

DR. Dhaniswara Harjono, SH. MH: Hukum Bisnis Kita Lagi Krisis

Melewati 2008 dan memasuki Tahun Kerbau 2009, rasa gamang masih menerpa. Pengusaha asuransi, misalnya, memprotes ketentuan modal yang ditetapkan Pemerintah.

Mys/Sut
Bacaan 2 Menit

Kita lihat sebenarnya lembaga persaingan usaha ini juga kurang powerfull. Menurut saya, UU No. 5/1999  sudah mesti direvisi. Kalau tidak, KPPU akan seperti macan ompong seperti sekarang.  Saya lihat KPPU memang bisa menjadi wasit yang baik, meskipun semua tergantung pada pribadi-pribadi. Harusnya kalau undang-undangnya sudah bagus, siapapun yang mau ditaruh di lembaga itu nggak masalah.  Kalau sekarang tergantung daripada figur KPPU itu sendiri karena UU kurang mendukung.  Saya coba mengerti karena UU No. 5/1999 adalah semacam copy paste atas permintaan IMF. Tetapi masa hampir sepuluh tahun tidak ada perubahan.

 

KPPU adalah wasitnya pengusaha, tapi banyak orang tidak tertarik masuk ke dalamnya.

Betul.  Seharunya KPPU adalah suatu lembaga yang terhormat sekali karena itulah wasitnya para pengusaha. Sekarang mana ada negara yang tidak ketergantungan kepada dunia usaha. Semua negara tergantung dengan dunia usaha, termasuk Indonesia.

 

Bagaimana dengan investasi?

Investasi itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Dalam suatu negara, investasi selalu mendapat prioritas.  Makanya, saya sangat senang sekali kegiatan presiden SBY selalu didampingi oleh Kadin (Kamar Dagang dan Industri—red). Itu satu langkah yang maju, walaupun hanya figurnya saja. Sebab, saya lihat belum bisa diimpelementasikan ke jajaran di bawahnya.  Rata-rata pengusaha punya kegiatan lain, tidak full time job, beda dengan menteri.  Itu juga harus diterjemahkan di wilayah-wilayah. Misalnya Gubernur harus selalu didampingi Ketua Kadin DKI Jakarta. Dengan begitu, dunia usaha akan bisa maju. Syaratnya satu: penegak hukumnya juga musti bagus, termasuk juga membuat peraturan-peraturan.  Jadi, kalau dalam kegiatan bisnis ekonomi, saya masih bilang bahwa Indonesia diambang krisis. Tapi di bidang hukum, menurut saya, kita sudah krisis.  Ukurannya dua: (i) adanya suatu hukum sebagai sarana pembaharuan; dan (ii) masalah penegakan hukum. Ini yang menurut saya krisis.  Kalau kedua unsur itu mantap, kokoh, problem bisnis saya kira bisa diatasi meskipun dalam keadaan krisis. 

 

Unsur mana yang paling dominan menyebabkan krisis, substansi hukum atau aparaturnya?

Yang utama tetap peraturannya sendiri. Peraturannya nggak jelas.  Kita jujur sajalah. Kita sama-sama orang hukum, cari celah paling gampang.  Kalau tidak bisa dihajar dari satu celah, dari celah lain bisa masuk. Semua pasti ada cara.  Makanya hakim selalu masuk dalam satu wilayah yang luar biasa. Dia mau putus seperti apa selalu ada dasar hukumnya, karena diberikan ruang yang sangat luas sekali.  Memang pertanggungjawaban pribadi hakim hanya kepada Yang di Atas.  Cuma, dari sudut pandang mana dia masuk. Kalau dia nanya dengan penasihat hukum yang satu, ada argumentasi hukumnya. Tanya pengacara lain, argumennya juga ada. Tinggal kepada hakim untuk mempercayai argumen mana yang menurut dia benar.

 

Sejumlah undang-undang –misalnya UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis-- memuat rumusan kriminalisasi terhadap korporasi. Bagaimana tanggapan Anda?

Kalau bicara mengenai kriminalisasi korporasi, saya sendiri sebenarnya tidak sepakat dengan istilah itu.  Dari dulu sebenarnya saua sudah sepakat bahkan saya juga selalu menyuarakan bahwa KUHP kita harus sudah diubah.  Bicara soal subjek hukum jangan hanya bicara orang per orang, tapi juga termasuk korporasi, dalam hal ini badan hukum. Konsep ini yang harus diubah.  Saya lihat sebenarnya dalam beberapa UU sudah masuk, ada UU Jalan, UU Pornografi, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tapi justru induknya, KUHP, belum mengakomodir itu. Saya dengar draft RUU KUHP sudah masuk. Prosesnya sudah memakan waktu lama, dan draftnya banyak sekali. Sebagai lawyer, draft itu juga saya pelajari. Lama-lama capek juga, karena pembahasannya nggak selesai. 

 

Kondisi semacam inilah yang membuat sesuatu tidak pasti sehingga muncullah yang namanya kriminalisasi korporasi. Padahal namanya korporasi sama dengan manusia, dia bisa melakukan tindakan perdata. Dia bisa melakukan tindakan yang sifatnya pidana yang memegang kepentingan umum.  Pada saat suatu korporasi memegang kepentingan umum, dia sebetulnya juga bisa dikenakan tindak pidana korporasi.  Di luar negeri pun banyak kejahatan korporasi yang mengerikan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.  Kalau saya lihat sebenarnya Lapindo pun bisa dilakukan penyidikan karena itu sudah termasuk suatu hal yang mengerikan. Apakah terbukti atau tidak terbukti, itu diputuskan lewat pengadilan. Sebetulnya, suatu korporasi bisa dikenakan tindak pidana korporasi. Tinggal penanggungjawabnya siapa karena pidana identik dengan penahanan dan sebagainya.  Selain sanksi penahahanan, mungkin ada denda.  Yang jelas sebagai badan hukum, korporasi bisa melakukan tindak pidana.  Asal, jangan hanya orangnya yang disalahkan. Belum tentu juga salah direksi. Mungkin salahnya korporasi secara keseluruhan.

Tags: