DR. Dhaniswara Harjono, SH. MH: Hukum Bisnis Kita Lagi Krisis
Terbaru

DR. Dhaniswara Harjono, SH. MH: Hukum Bisnis Kita Lagi Krisis

Melewati 2008 dan memasuki Tahun Kerbau 2009, rasa gamang masih menerpa. Pengusaha asuransi, misalnya, memprotes ketentuan modal yang ditetapkan Pemerintah.

Mys/Sut
Bacaan 2 Menit

 

Bagaimana Anda melihat imbas krisis kepada dunia usaha?

Saya belum sepakat dibilang krisis. Menurut saya, kita baru di ambang krisis. Bahwa sekarang situasinya semakin sulit, ya. Dunia usaha juga ada ketergantungan satu sama lain. Sekitar lima bulan lalu, perbankan langsung mengerem penyaluran dana. Itu berarti dunia usaha sudah mulai gonjang ganjing. Perusahaan besar dirugikan kreditnya, yang bawah kena dampaknya. Jadi sudah terasa multiplier effect. Jadi, sekarang butuh kebijakan-kebijakan baru lagi, terutama bagaimana UKM tidak kena dampaknya. Karena sudah terbukti UKM menjadi pahlawan dalam krisis sepuluh tahun lalu. Di dunia usaha saya lihat sudah ada somasi. Tetapi toleransi masih tetap ada. Perusahaan berusaha membicarakan ulang hak-hak dan kewajiban mereka.

 

Apakah sudah ada klien Anda yang mengubah klausula kontrak-kontrak mereka akibat krisis?

Sudah cukup banyak. Mereka merubah strategi. Sekarang situasinya kan lain. Biasanya berhubungan dengan perusahaan asing atau mendapat rekap dari perbankan. Ada yang resechedule, addendum perjanjian. Situasinya mengatur strategi ulang. Tapi belum sampai jadi masalah hukum. Mereka masih berusaha negosiasi ulang. Tapi 2009, kan tidak mungkin terus negosiasi. Kapan majunya. Sekarang, lagi banyak pekerjaan lawyer. Hahaha...

 

Sebagai akibat krisis, banyak perusahaan melakukan merger. Apakah perangkat hukum merger dalam UU No. 40/2007 sudah memadai?

Merger itu selalu dari segi bisnis.  Merger sudah umum dilakukan oleh para pengusaha pada saat situasi yang terpaksa. Sekarang tentunya kita harus     memfasilitasi strategi bisnis pengusaha dengan peraturan-peraturan yang ada.  Saya agak khawatir dengan peraturan yang ada. UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT –red) sebetulnya cukup  bagus. Hanya, peraturan pelaksanaannya belum ada, masih terlalu umum sekali.  Kalau kita misalnya merujuk  pada PP yang tahun 1998 apa jadinya karena kondisi UU PT 1995 dan UU PT 2007 berbeda sekali.  PP lama belum dicabut. Tapi kan beda sekali dengan kondisi sekarang, sehingga sekarang ada satu kekosongan hukum. 

 

KPPU juga sedang menyusun RPP merger. Intinya, setiap perusahaan yang mau merger harus lapor KPPU. Apakah itu dimungkinkan?

Masih ada celah hukum, wilayah abu-abu dalam merger. Kalau tidak diantisipasi, celah itu bisa dimanfaatkan oleh penjahat ekonomi, mereka memanfaatkan situasi.  Syarat-syarat merger sudah jelas dalam UU PT, yakni harus memperhatikan kepentingan masyarakat, dan kepentingan persaingan usaha yg sehat. Tapi apa yang dimaksud dan masyarakat yang mana?  Persaingan usaha sehat seperti apa?  Batasannya kan tidak ada.  Inilah yang seharusnya diterjemahkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP). Ini yang belum ada.  Menurut saya, peraturan teknis merger sangat penting. Merger bukan hanya terjadi pada perusahaan skala besar. Sekarang yang kecil-kecil juga sudah mulai merger, bergabung-bergabung.  Kita lihat saja sebenarnya bukan hanya dunia usaha, dunia lawyer juga begitu. Semua mengantisipasi. Situasinya mengharuskan dunia usaha merger.  Lalu, aturan mergernya apa?  Saya terus terang khawatir, kita seperti lagi bermain dalam suatu rimba belantara yang nggak ada aturannya. 

 

Kemungkinan akan diterbitkan dua PP merger terpisah. Satu PP di bawah UU Persaingan Usaha dan satu lahi di bawah UU PT. 

Tags: