Dapat Gelar Profesor Kehormatan Universitas Melbourne, Prof Jimly Singgung Kemunduran Demokrasi
Utama

Dapat Gelar Profesor Kehormatan Universitas Melbourne, Prof Jimly Singgung Kemunduran Demokrasi

Salah satu sebab penurunan kualitas demokrasi dan negara hukum, yakni munculnya gelombang rasialisme dan Islamophobia di seluruh dunia.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RES
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RES

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof Jimly Asshiddiqie, mendapat anugerah Profesor Kehormatan di sekolah hukum Universitas Melbourne, Australia. Dalam materi kuliah umum dan pidato yang disampaikan dalam acara tersebut, Prof Jimly berharap kehormatan tersebut dapat meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi di Indonesia dan Australia.

“Ucapan terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada Prof Tim Lindsay yang telah mengambil inisiatif sehingga penganugerahan ini dapat terjadi,” katanya sebagaimana dikutip dalam salinan materi kuliah umum dan pidato Profesor Kehormatan pada Sekolah Hukum Universitas Melbourne yang disampaikan prof Jimly di Australia, Kamis (27/7).

Dalam pidato dan kuliah umum itu, Prof Jimly membahas soal demokrasi dan negara hukum yang menghadapi kenyataan semakin banyak hal baru yang menyebabkan menurunnya kualitas dan integritas demokrasi dan negara hukum. Hal itu membutuhkan penjelasan baru agar kualitas dan integritas demokrasi dan negara hukum itu dapat dikawal dan dibimbing dengan baik oleh dunia ilmiah. Banyak negara demokrasi termasuk Indonesia dan Australia mengalami “democratic regression” atau “democratic backsliding phenomena”.

Baca Juga:

Bahkan, Indonesia secara kuantitatif dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun dari segi kualitas, indeks demokrasi Indonesia tahun 2022 ada pada urutan ke-54, turun dari urutan ke-52 pada 2021. Bandingkan dengan Australia yang menurut laporan the Economist Intelligence Unit menempati ranking ke-13 pada tahun 2020, turun ke ranking ke-15 pada tahun 20221. Demikian pula indeks negara hukum, Indonesia masih berada pada ranking ke-68 pada tahun 2021 dan Australia pada ranking ke-9 per tahun 2021, dan turun ke ranking 15 pada tahun 2022.

Prof Jimly menilai kedua negara sama-sama mengalami penurunan ranking kualitas, tapi Australia sudah tergolong negara dengan kategori “full democracy” sejak lama, sementara Indonesia masih berada di level “flawed democracy”. Artinya, masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan integritas demokrasi dan negara hukum Indonesia di masa datang.

Bagi Prof Jimly sedikitnya ada 6 hal yang melanda dunia yang berpengaruh dan menentukan penurunan kualitas demokrasi dan negara hukum terutama Indonesia. Pertama, munculnya gelombang rasialisme dan Islamophobia di seluruh dunia. Sikap anti imigran dan Islamophobia di berbagai negara merusak dan bisa membunuh demokrasi. Untuk melawan hal itu PBB tahun 2022 menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Anti Islamophobia.

Tags:

Berita Terkait