Begini Penjelasan Hukum atas Penenggelaman Kapal Terlibat Illegal Fishing
Utama

Begini Penjelasan Hukum atas Penenggelaman Kapal Terlibat Illegal Fishing

Ahli hukum apresiasi kinerja Satgas 115 dalam kasus illegal fishing. Cuma, masih perlu penyempurnaan regulasi dan SOP.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Terkait dengan Pembentukan Satgas Pemberantasan Illegal Fishing ada beberapa peraturan yang bersinggungan: UU Perikanan; UU Kelautan, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan; Perpres No. 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan Perpres No. 178 Tahun 2015 tentang Badan Keamanan Laut.

 

Menurut evaluasi BPHN seharusnya peraturan perundang-undangan tersebut dimasukkan ke alam konsiderans ‘Mengingat’, sebab jika dilihat dari substansi Perpresnya terdapat banyak pasal yang materi muatannya berkaitan erat. Namun Presiden tidak memasukannya dalam bagian konsiderans saat membentuk Satgas.

 

Pasal 2 Perpres pembentukan Satgas 115 menyebutkan Satgas memiliki tugas yang sangat besar sekali dalam penegakan hukum IUU Fishing. Bahkan dapat memanfaatkan personil, sarana prasarana yang dimiliki oleh instansi lain seperti TNI AL, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Bakamla, Satker Khusus Usaha Hulu Migas, PT Pertamina dan bahkan terbuka untuk institusi lainnya. Namun apa yang dimaksud institusi lainnya tidak ada penjelasan lebih lanjut. Ditambah lagi satgas ini masih diberi tugas lagi melakukan penindakan terhadap kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan (unreported fishing).

 

(Baca juga: Menteri Susi Berharap Menang Kasasi atas Kasus Kapal Selin).

 

Kewenangan Satgas dalam Pasal 3 huruf b Perpres mirip dengan Bakamla, yaitu melakukan koordinasi, tapi kewenangan satgas dalam melakukan koordinasi lebih diperluas lagi instansinya. Sedangkan pada huruf d, Satgas berwenang melaksanakan komando dan pengendalian yang meliputi kapal, pesawat udara dan teknologi lainnya dari TNI AL. Kewenangan ini bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

 

Pasal 4 ayat 1 Perpres 115 ini menyebutkan pelaksana harian satgas adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal). Padahal dalam organisasi TNI berlaku sistem komando dan pengendalian TNI, Wakasal tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan komando dan pengendalian karena wewenang tersebut hanya dimiliki oleh para Panglima Armada.

 

Pasal 6 huruf b Perpres, yang mengatur pedoman umum untuk pelaksanaan operasi, menyebutkan Menteri KKP merupakan komandan satgas satu-satunya pemegang otoritas dan berwenang melaksanakan komando dan kendali terhadap unsur-unsur satgas dan setiap unsur tersebut wajib melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Komandan Satgas. Dilanjutkan Pasal 6 huruf c bahwa perintah dapat diberikan oleh Komandan Satgas (Menteri KKP) kepada Kepala Pelaksana Harian (Kepala Staf TNI AL) untuk dilaksanakan oleh Tim Gabungan.

 

Jadi, menurut BPHN, masih ada tumpang tindih kewenangan.

Tags:

Berita Terkait