Begini Penjelasan Hukum atas Penenggelaman Kapal Terlibat Illegal Fishing
Utama

Begini Penjelasan Hukum atas Penenggelaman Kapal Terlibat Illegal Fishing

Ahli hukum apresiasi kinerja Satgas 115 dalam kasus illegal fishing. Cuma, masih perlu penyempurnaan regulasi dan SOP.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Melda juga menekankan selama bertahun-tahun lamanya kebijakan Indonesia telah memilih untuk menyita kapal dan mendenda para awak kapal. Namun para pelaku tidak kapok dan kembali datang melakukan illegal fishing di wilayah Indonesia. “Australia dan India sudah lama melakukannya. Harapan kita agar semua kapal asing itu pergi dari laut Indonesia,” katanya saat diwawancarai hukumonline usai acara.

 

Direktur Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), Yuli Dharmawanto, berpendapat penenggelaman kapal hasil operasi penangkapan tindak pidana illegal fishing telah sesuai ketentuan hukum yang berlaku di wilayah Indonesia. “Semua sudah ada dalam aturan dan undang-undang, tinggal prakteknya saja, sepanjang aturan dipenuhi, that’s OK.  Saat ini kami melihat tidak ada masalah, sudah sesuai ketentuan yang berlaku, kalau ada yang protes itu wajar,” jelasnya kepada hukumonline.

 

Ada SOP

Meskipun setuju pada kebijakan penenggelaman kapal-kapal pelaku illegal fishing, Melda mengusulkan perlunya penyempurnaan SOP. Ini penting untuk menjadi acuan baik bagi Satgas 115 maupun untuk ke depan jika Satgas dibubarkan. Melda juga mengharapkan ada kejelasan soal sinergi kebijakan penegakkan hukum di lautan yang saat dalam praktek saat ini masih ditangani berbagai unit terpisah. Keberadaan Bakamla menjadi harapan untuk integrasi kerja antar unit yang telah ada selama ini.

 

Mas Achmad Santosa setuju usul penyempurnaan SOP, agar dibuat lebih terperinci dan diintegarasikan ke dalam tugas di masing-masing unit penegak hukum di kawasan laut Indonesia. “SOP-nya sudah ada, ya walaupun memang belum disempurnakan, terutama untuk menjaga lingkungan tetap lestari dan dengan biaya seefisien mungkin,” imbuhnya.

 

SOP dimaksud tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan diundangkan pada Juli 2017. Ruang lingkupnya meliputi pengumpulan dan analisis data dan informasi serta penetapan daerah operasi; penyelidikan di darat, laut, dan udara pada daerah operasi; penyidikan; penuntutan, upaya hukum, dan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; penganggaran. Berikut SOP soal eksekusi penenggelaman kapal asing berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37/PERMEN-KP/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing):

 

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing dengan dasar bukti pemulaan yang cukup dapat dilakukan setelah memenuhi:

 

A. Syarat subyektif dan/atau obyektif, yaitu:

  1. Syarat Subyektif, yaitu kapal melakukan manuver yang membahayakan dan/atau Nakhoda/ABK melakukan perlawanan tindak kekerasan; dan/atau
  2. Syarat obyektif terdiri dari:
    1. Syarat kumulatif:
      1. Kapal berbendera asing dengan semua ABK asing;
      2. TKP (Locus delicti) berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI);
      3. Tidak mempunyai dokumen apapun dari pemerintah Republik Indonesia; dan
      4. Dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan atas perintah pimpinan.
    2. Syarat alternatif, yaitu:
      1. Kapal tua didukung dengan fakta surat dan/atau tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi; dan
      2. Kapal tidak memungkinkan untuk dibawa ke pangkalan/pelabuhan/ dinas yang membidangi perikanan, dengan pertimbangan: Kapal mudah rusak atau membahayakan; Biaya penarikan kapal tersebut terlalu tinggi; atau Kapal perikanan mengangkut barang yang mengandung wabah penyakit menular atau bahan beracun dan berbahaya.

B. Sebelum melakukan tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman kapal, dapat diambil tindakan:

  1. Menyelamatkan semaksimal mungkin seluruh ABK kapal perikanan;
  2. Menginventarisasi seluruh perlengkapan dan peralatan yang ada pada kapal perikanan dengan menyebutkan kondisi secara lengkap dan rinci;
  3. Mendokumentasikan visual dengan baik menggunakan kamera dan/atau perekam audio video;
  4. Ikan hasil tangkapan kapal perikanan yang dibakar dan/atau ditenggelamkan tersebut disisihkan untuk kepentingan pembuktian;
  5. Membuat Berita Acara Pembakaran dan/atau Penenggelaman Kapal Perikanan untuk dimasukkan ke dalam berita pelaut oleh instansi yang bersangkutan.

 

Analisis BPHN

Dalam diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (24/10), terungkap pula bahwa pada 2016 lalu BPHN telah membuat analisis dan evaluasi hukum atas kebiajakan pemberantasan illegal fishing. BPHN menilai Peraturan Presiden No. 115 tahun 2015 tentang Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal memuat 4 bagian yang tidak sesuai dengan asas perundang-undangan, yaitu konsiderans mengingat, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 6.

Tags:

Berita Terkait