Begini Cara Syafruddin Diduga Perkaya Sjamsul Nursalim Rp4,58 triliun
Utama

Begini Cara Syafruddin Diduga Perkaya Sjamsul Nursalim Rp4,58 triliun

​​​​​​​Syafruddin didakwa bersama-sama Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim melakukan korupsi yang diduga merugikan negara Rp4,58 triliun

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

"Bahwa pada tanggal 29 Maret 2001, Ketua KKSK Rizal Ramli menandatangani keputusan KKSK Nomor: Kep. 02/K.KKSK/03/2001 tentang Kebijakan Penyehatan Perbankan Dan Restrukturisasi Utang Perusahaan, di antaranya mengenai tindak lanjut Restrukturisasi PT DCD yang isinya pada pokoknya sesuai dengan usulan Terdakwa," terang Jaksa Kiki.

 

Baca:

 

Dugaan Penyelewengan

Pada 21 Oktober 2003 dilakukan rapat di kantor BPPN yang dipimpin oleh Syafruddin yang sudah menjabat sebagai Ketua BPPN dan jajaran Deputi BPPN bersama dengan pihak Sjamsul selaku pemegang saham BDNI yang diwakili oleh istrinya yaitu Itjih Nursalim dan pihak auditor Ernst & Young. Pokok pertemuan itu adalah melakukan pembahasan dan penyelesaian FDD Sjamsul, khususnya terkait dengan permasalahan hutang petambak PT DCD.

 

Syafruddin menyampaikan dalam melakukan pembahasan hutang petambak harus dibedakan mengenai permasalahan hutang di AMK sebagai akibat dari pengalihan  dari BDNI yang beku operasi. Sehingga dari sisi AMI hanya melihat apakah permasalahan adanya penjaminan hutang petambak sudah disampaikan kepada BPPN dalam Disclosure Schedule atau tidak.

 

Jika pemegang saham sudah menyampaikan hal tersebut kepada BPPN maka menurut Syafruddin hal tersebut bukanlah merupakan misrepresentasi. Ia juga memerintahkan kepada AMI agar melalui FDD untuk melakukan pengecekan apakah informasi yang terkait dengan kewajiban bersyarat atas hutang petambak kepada BDNI sudah disampaikan kepada BPPN dalam Disclosure Schedule atau tidak. Pada saat itu Itjih Nursalim menyampaikan suaminya melakukan misrepresentasi terhadap hutang petambak PT DCD dan PT WM dengan alasan petambak plasma telah menyerahkan sertifikat kepada BDNI sebagai jaminan atas hutang tersebut.

 

Taufik Mappaenre Maroef selaku Deputi Ketua AMI juga berpendapat Sjamsul sudah menyampaikan informasi tentang hutang petambak plasma kepada BPPN sebagaimana tercatat dalam Disclosure Agreement. “Setelah itu Terdakwa selaku pimpinan rapat langsung menyimpulkan bahwa Sjamsul Nursalim tidak melakukan misrepresentasi atas hutang petambak,” kata penuntut KPK lainnya I Wayan Riana.

 

Padahal, menurut penuntut umum Syafruddin mengetahui pasti Sjamsul telah  melakukan misrepresentasi dengan menampilkan seolah-olah hutang petambak sebagai hutang lancar yang mengakibatkan kerugian BPPN sebesar Rp4,8 triliun. Sehingga BPPN sebelumnya selalu menolak proposal restrukturisasi yang diajukan oleh Sjamsul yang meminta pengurangan kewajiban untuk menutup kerugian BPPN akibat adanya misrepresentasi.

Tags:

Berita Terkait