Bantuan Hukum Salah Urus
Kolom

Bantuan Hukum Salah Urus

Dalam rapat evaluasi bersama bulan Oktober 2014 yang lalu, ada OBH yang menggambarkan bahwa dana BPHN ini bagaikan dana siluman, tidak ada yang tahu pertanggungjawabannya.

Bacaan 2 Menit

“4) kepala kantor wilayah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan dan dokumen yang diisyaratkan secara lengkap, wajib memberikan jawaban atas hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemberi bantuan hukum.
5). Kepala kantor wilayah menyampaikan permintaan pencairan anggaran kepada Menteri melalui kepala badan pembinaan hukum nasional dengan tembusan kepada pemberi bantuan hukum berdasarkan jawab hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian jawaban atas hasil pemeriksaan.”

Laporan tahun 2013 yang lalu pun tidak ada pertanggungjawabannya kepada OBH mengenai laporan yang ditolak dan alasan penolakannya tersebut. Makanya, dalam rapat evaluasi bersama bulan Oktober 2014 yang lalu, ada OBH yang menggambarkan bahwa dana BPHN ini bagaikan dana siluman, tidak ada yang tahu pertanggungjawabannya.

Gambaran kegeraman itu pun semakin bertambah ketika diadakan pertemuan bersama OBH se-DKI di Kanwil pada akhir Oktober 2014 tersebut, pihak BPHN malah kembali memperkenalkan suatu mekanisme baru bernama SID (Sistem Informasi database) bantuan hukum, dalam hal ini setiap OBH yang hendak melaporkan kegiatan bantuan hukumnya ke BPHN diwajibkan untuk mengisi aplikasi ini dengan data-data yang akan dilaporkan.

Kebijakan yang baru disosialisasikan dengan tenggang waktu hanya satu bulan menjelang tutup kontrak ini tentu saja mendapat resistensi dari para OBH yang ada. Bisa dibayangkan betapa repotnya kembali OBH yang sebelumnya telah dirumitkan dengan mekanisme yang tidak jelas dari BPHN kini malah diwajibkan kembali untuk melaksanakan kebijakan yang telat sosialisasi ini.

Bayangkan hanya jangka waktu satu bulan yang diberikan oleh pihak BPHN kepada OBH untuk mengisi laporan-laporan mereka melalui sistem SID ini, jika tidak disertakan dengan SID maka laporan dari OBH terancam ditolak. Apabila hal ini yang tetap dipertahankan maka tentu  saja pihak BPHN telah melanggar kontrak perjanjian bantuan hukum yang telah ditanda tangani bersama, sebab tidak ada satu klausul pun di perjanjian maupun di PP No. 42/2013 serta Permenkumham No. 22/2013 yang mewajibkan adanya laporan dengan menggunakan SID tersebut. Di sisi ini, potensi BPHN sebagai pihak yang menutup kontrak dalam menuai gugatan hukum pun menjadi terbuka lebar.

Perlunya Harmonisasi
Kinerja yang tidak maksimal ini tidak boleh terus berulang dari tahun ke tahun, realitas kinerja dan pelaksanaan program bantuan hukum tahun 2013 dan 2014 ini seharusnya sudah menjadi cambuk bagi pihak BPHN sebagai penyelenggara. Regulasi yang tersebar dan berbeda antara rezim Kementerian keuangan dan Kemenkumham perlu disinkronisasi agar bukan ego sektoral Kementerian lagi yang harus ditonjolkan.

Program sosialisasi kepada para stakeholders harus dilakukan menyeluruh kepada OBH, juga kepada instansi penegak hukum lainnya yang dirasakan masih sulit mematuhi ketentuan UU Bankum. Jangan dilupakan juga pihak kelurahan sebagai jalan masuk penentu formalitas yang selama ini tampaknya masih sulit mengeluarkan SKTM bagi para pencari keadilan walaupun sudah diperintah berdasarkan Pasal 8 ayat (2) serta Pasal 9 ayat (2) PP No. 42/2013.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait