Babak Baru Penerjemah Tersumpah di Indonesia
Terbaru

Babak Baru Penerjemah Tersumpah di Indonesia

Diadakan untuk pertama kali setelah vakum selama sepuluh tahun, pengangkatan sumpah penerjemah tersumpah pada 2022 juga diharapkan menjadi regenerasi profesi penerjemah tersumpah.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 10 Menit

 

Menurut Andika, nantinya UI tidak menjadi satu-satunya penyelenggara UKP. Sebagai gambaran, ada dua metode penyelenggaraan UKP: offline yang diwajibkan untuk peserta dari Jabodetabek; dan online untuk mengakomodasi calon penerjemah tersumpah di luar Jabodetabek. Andika menerangkan, bagi mereka yang mengikuti UKP secara online, wajib menginstal sebuah aplikasi yang secara teknis akan memblokir jaringan internet di luar pengerjaan tes. Sebab, sama seperti offline, aturannya sama: tidak boleh menggunakan perangkat elektronik dan internet. Hanya kamus dan catatan fisik.

 

Merujuk pada penjelasan Evand dan Andika, mereka yang ingin mengikuti UKP dapat memilih dua jalur, yaitu profesi dan pendidikan. Jalur profesi berlaku untuk umum, sementara, jalur pendidikan (Pra-UKP) dapat diikuti oleh mereka yang sebelumnya telah mengikuti kelas penerjemahan teks hukum selama 120 jam. Jalur pendidikan ini dibuat mengingat tidak semua orang pernah memiliki pengalaman menerjemahkan teks hukum.

 

“Yang telah dipelajari selama Pra-UKP ini dapat diibaratkan sebagai portofolio yang dianggap setara dengan pengalaman jalur profesi (karena peserta tidak memiliki pengalaman profesional menerjemahkan teks hukum),” ujar Evand.

 

Perjalanan Menjadi Penerjemah Tersumpah

Menurut Sarah Budiman—penerjemah tersumpah Indonesia-Inggris yang baru disumpah tahun ini; juga satu-satunya peserta undangan yang lulus witnessing—penerjemah tersumpah merupakan profesi yang dibutuhkan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, tak seperti notaris maupun advokat yang sama-sama diangkat sumpahnya, seorang penerjemah tersumpah tidak harus memiliki latar belakang atau kuliah hukum.

 

Sarah, yang kini bekerja di salah satu firma hukum terbesar Jakarta, mengawali kariernya sebagai asisten guru bahasa Inggris di sebuah lembaga bahasa di Jakarta. Di sana ia bertemu Leonard Kibble, kepala lembaga bahasa tersebut, yang mendorong Sarah untuk mengikuti CELTA—sebuah program sertifikasi mengajar bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh Cambridge University dan berlaku internasional.

 

Sarah kemudian mengenal dunia linguistik ketika bertemu dengan Uri Tadmor yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Jakarta Field Station dari Max Planck Institute of Evolutionary Anthropology–Department of Linguistics. Uri mengajak Sarah untuk bergabung dan memberi kesempatan untuk terlibat dalam beberapa proyek penelitian bahasa seperti loan words, akuisisi bahasa anak, dan bahasa-bahasa di Kalimantan yang hampir punah. Dari situ, Sarah seperti merasa mendapatkan ‘mainan baru’ dan menyadari bahwa begitu banyak yang bisa dieksplorasi dalam bidang ini.

 

Pengalamannya berlanjut ketika Sarah diberi kesempatan oleh Oscar Motuloh, Mantan Direktur Galeri Foto Jurnalistik Antara untuk menerjemahkan berbagai macam publikasi, mulai dari photo captions, buku-buku terkait sejarah bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan, artikel jurnalistik, sampai buku-buku seni fotografi. Sarah menyadari ternyata banyak sekali jenis penerjemahan dan masing-masingnya memerlukan sentuhan berbeda-beda dari si penerjemah.  

Tags: