Apong Herlina: Memilih Membela Ketimbang Memberi Keadilan
Edsus Akhir Tahun 2010:

Apong Herlina: Memilih Membela Ketimbang Memberi Keadilan

Berawal dari psikotes, jadilah dirinya pelayan bagi yang lemah.

Inu
Bacaan 2 Menit

 

Berawal dari kepulangan tukang minyak tanah suatu siang setelah berkeliling Jakarta memikul dagangannya. Pikulan yang sudah terisi dengan minyak tanah dari ‘bandar’ ditaruhnya di tembok rumah anyaman bambu miliknya yang berdekatan jalan gang sempit.

 

Pikulan ditaruh, si tukang minyak lalu pergi untuk mencari tambahan pendapatan. Sore dia pulang, si istri mengadu tembok rusak karena tersenggol motor tetangga dan minyak pun tumpah menyisakan kaleng pikulan saja.

 

Tukang minyak, tutur Apong, mengaku padanya membawa parang dengan maksud membetulkan tembok anyaman bambu. “Memang sambil bersungut-sungut,” cerita Apong.

 

Sungut-sungut itu terdengar tetangga yang merusakkan tembok lalu keluar menghampiri si tukang minyak. Bukannya meminta maaf, papar Apong, malah ejekan yang keluar dilanjutkan dengan serangan fisik. Tukang minyak berupa membela diri, sayang parang yang dia pegang tak sepat terlepas, dan terlanjur melukai telinga tetangganya karena menangkis serangan lawan.

 

Karena hal itu, Apong terhenyak. Dirinya merasa tak mampu menjadi pengadil bagi mereka yang lemah namun terlibat pidana karena sebab kecil, bahkan diawali membela diri akibat mata pencaharian hilang oleh orang lain yang mampu.

 

“Saya tak mampu menghukum si terdakwa, saya tak mampu, begitu kata hati saya,” ujarnya dengan mimik serius. Selepas hari dan kejadian itu, dirinya mantap untuk memilih profesi sebagai pengacara. “Lebih baik membela daripada memberi keadilan tapi tak adil,” serunya.

 

Ditentang Keluarga

Pada saat sama, Tatkala studi menjelang akhir, Apong diberi kesempatan membantu penanganan perkara di LBH. Sekaligus, kesempatan itu dia pakai untuk merampungkan kuliah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: