Apong Herlina: Memilih Membela Ketimbang Memberi Keadilan
Edsus Akhir Tahun 2010:

Apong Herlina: Memilih Membela Ketimbang Memberi Keadilan

Berawal dari psikotes, jadilah dirinya pelayan bagi yang lemah.

Inu
Bacaan 2 Menit

 

Lalu, Apong diharuskan untuk menjalani psikotes. Hasil psikotes begitu mencengangkan Apong namun membuat sang bunda bunda bernafas lega. Pasalnya, pilihan untuk menjadi dokter ternyata tak cocok untuk Apong.

 

Vonis psikotes itu membuat Apong sedikit goyah agar tak salah ambil langkah bagi masa depannya. Tetapi, tetap saja, saat ujian masuk perguruan tinggi kala itu atau dikenal Sipenmaru, Apong tetap mendaftar di fakultas kedokteran sebagai pilihan utama.

 

Pilihan yang tidak prioritas adalah fakultas hukum. Saat pengumuman hasil ujian dikabarkan, Apong diterima untuk mendalami ilmu hukum dan harus membuang jauh cita-cita sebagai dokter.

 

Wanita mungil dengan tinggi sekira 155 cm itu mengaku tak terlalu kecewa akan keadaan itu. Malah, akunya, dirinya mendapat peluang untuk menjadi hakim sesuai angan-angan semasa kecil. “Angan semasa kecil, begitu wibawa seorang hakim dengan jubah hitam saat bersidang,” akunya.

 

Maka, berangkatlah dia ke ibukota negara untuk menimba ilmu. Tak ada sesal, amunisi tekad bulat menjadi hakim sudah disiapkan Apong.

 

Namun, lagi-lagi harap yang dibawa terganjal fakta. Mata Apong menjelang akhir studi, terbuka akan kenyataan risiko kelak dari pilihan profesi yang dia inginkan, yaitu hakim.

 

Bermula saat dirinya memantau perkembangan kasus pidana tukang minyak tanah yang didakwa menganiaya tetangganya. Apong lalu mengurai kisah sedih keluarga tukang minyak itu.

Tags: