5 Alasan Keharusan Pembahasan RUU TNI Dihentikan
Utama

5 Alasan Keharusan Pembahasan RUU TNI Dihentikan

Antara lain waktu pembahasan RUU sangat sempit, hingga kewenangan penegakan hukum bagi TNI Angkatan Darat akan tumpang tindih dengan Polri.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Masalah profesionalisme, TNI selama ini salah satunya terkait bisnis keamanan di perusahaan milik swasta dan negara termasuk pengamanan proyek pemerintah. Penghapusan pasal tersebut dapat melegalkan dugaan praktik bisnis keamanan yang selama ini terjadi, khususnya di sektor sumber daya alam. Pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung jawab untuk menyejahterakan prajurit TNI. Hal itu menjadi kewajiban negara, bukan tanggung jawab prajurit secara individu.

“Pemerintah dan TNI harus fokus dalam menyejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis,” imbuhnya.

Kelima, perluasan jabatan sipil yang diampu perwira TNI aktif. Perubahan Pasal 47 ayat (2) UU 34/2004 yang diusulkan pemerintah berpotensi membuka ruang kembalinya Dwi fungsi ABRI seperti masa orde baru. Pada era orde baru dengan doktrin Dwi Fungsi, militer terlibat dalam politik praktis antara lain dengan menempati jabatan-jabatan sipil di kementerian, lembaga negara, DPR, kepala daerah dan lainnya.

Dalam negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara. Militer di didik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang. Militer tidak di disiapkan untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Penempatan militer di luar fungsinya menurut Gufron, sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, akan tetapi bakal memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.

“Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan prajurit dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara, bukan menempatkan dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan kompetensinya,” katanya.

Perluasan ruang bagi perwira aktif menempati jabatan sipil menurut Gufron sebagai langkah melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru. Dimana banyak anggota TNI aktif menduduki jabatan sipil seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman RI mencatat sedikitnya 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Ada juga yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Penjabat Gubernur Provinsi Aceh.

Gufron mendesak pemerintah dan DPR segera menghentikan pembahasan RUU Perubahan UU No.34/2004. Pembahasan itu tidak urgen untuk saat ini, substansi RUU membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan pemajuan HAM. Pemerintah dan DPR juga perlu melakukan moratorium pembahasan berbagai RUU strategis yang memerlukan evaluasi terlebih dahulu secara mendalam dan partisipasi publik yang lebih luas, salah satunya adalah RUU TNI.

Tags:

Berita Terkait