5 Alasan Keharusan Pembahasan RUU TNI Dihentikan
Utama

5 Alasan Keharusan Pembahasan RUU TNI Dihentikan

Antara lain waktu pembahasan RUU sangat sempit, hingga kewenangan penegakan hukum bagi TNI Angkatan Darat akan tumpang tindih dengan Polri.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

“Usulan tersebut berbahaya karena menempatkan pengerahan dan penggunaan pasukan TNI dalam konteks OMSP tidak bisa dikontrol dan diawasi oleh DPR,” ujar Gufron.

Ketiga, Gufron mengkritik keras naskah DIM pemerintah yang mengusulkan Pasal 8 mengatur Angkatan Darat bertugas menegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional. Usulan itu bertentangan dengan Pasal 30 ayat (2) dan (3) UUD 1945 dan TAP MPR VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri. Ketentuan itu jelas mengatur peran TNI sebagai alat pertahanan negara.

“Apabila revisi UU TNI disahkan maka sudah pasti akan terjadi silang sengkarut dan overlapping tugas dan peran TNI dengan Polri,” urainya.

Gufron menegaskan tugas TNI bukan sebagai aparat penegak hukum, tapi disiapkan sebagai alat pertahanan negara yang profesional. Sehingga TNI dibekali dengan anggaran, persenjataan, dan pemenuhan alat utama sistem senjata (Alutsista) canggih dalam rangka pertahanan negara, bukan sebagai penegak hukum.

Larangan berbisnis perluasan jabatan sipil

Keempat, penghapusan larangan berbisnis bagi TNI. Hakikatnya militer dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang di negara manapun. Tugas dan fungsi militer untuk menghadapi perang/pertahanan merupakan tugas yang mulia dan merupakan kebanggaan penuh bagi seorang prajurit.

Karena itu prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya, bukan berbisnis. Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara.

Larangan TNI tidak boleh berbisnis bukan tanpa alasan, Gufron mengingatkan kembali praktik bisnis TNI di era orde baru. Bisnis TNI yang berlangsung kala itu mengganggu dan mengacaukan profesionalisme militer. Mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. “Ketika reformasi 1998 bergulir, militer dikembalikan ke fungsi aslinya untuk pertahanan negara,” tegas Gufron.

Tags:

Berita Terkait