Mubazir, Operasi Yustisi Kependudukan Pemda DKI
Berita

Mubazir, Operasi Yustisi Kependudukan Pemda DKI

Mengantisipasi arus migrasi pasca lebaran 1423 H, Pemerintah Daerah DKI Jakarta berniat menggelar operasi yustisi. Operasi kependudukan itu bakal dilakukan di pintu-pintu masuk Ibukota serta di tempat kost dan kontrakan. Untuk merumuskan kebijakan sistem administrasi kependudukan Indonesia, miliaran rupiah digelontorkan untuk membayar ahli-ahli dari Jerman.

Oleh:
MYs/APr
Bacaan 2 Menit
Mubazir, Operasi Yustisi Kependudukan Pemda DKI
Hukumonline

Namun Ketua Forum Warga Jakarta, Azas Tigor Nainggolan menilai bahwa langkah Pemda DKI Jakarta tersebut sama saja mengulangi kesalahan yang sama. Alasannya, operasi yustisi tetap dilakukan setiap tahun, tetapi hasilnya tidak pernah memadai.

 

Di samping itu, sasaran dan strategi operasi dimaksud tidak jelas. Tigor malah mencurigai bahwa operasi yustisi tak lebih sebagai bagi-bagi proyek. Apalagi, disinyalir biaya yang dihabiskan untuk operasi bisa mencapai miliaran rupiah.

 

Tigor mengatakan, kalau mengatur masalah kependudukan di wilayah Ibukota tidak bisa parsial, melainkan harus holistik. "Saya kira harus dilakukan pendekatan menyeluruh, termasuk mengkaji kebijakan politik pembangunan," katanya.

 

Pemerintah DKI sendiri sudah gencar mengkampanyekan agar pemudik tidak membawa anggota keluarga baru saat kembali ke Jakarta. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk dikhawatirkan akan melebihi kapasitas. Gubernur Sutiyoso sendiri mengklaim bahwa kini kepadatan penduduk per kilometer hampir mencapai 15 ribu orang.

 

Oleh karena itu, menjelang lebaran Sutiyoso sudah mengumpulkan para pejabat mulai walikota sampai lurah se-DKI. Dalam kesempatan itu, Gubernur meminta agar aparat tidak menerima pendatang baru. Kecuali, mereka yang benar-benar memenuhi persyaratan seperti memiliki Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKBB), surat keterangan pindah, dan surat jaminan kerja.

 

Pemda DKI memang punya landasan hukum untuk menggelar operasi dimaksud, yaitu Perda No. 1 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk di DKI Jakarta. Dalam Perda itu antara lain disebutkan bahwa setiap warga yang terjaring operasi yustisi dan terbukti tidak memiliki surat-surat identitas dapat dikenai kurungan tiga bulan atau hukuman denda maksimal Rp 5 juta.

 

Namun, di mata Azas Tigor Nainggolan, sikap Pemda DKI berpotensi melanggar hak asasi. Sebab, mobilitas penduduk sepanjang masih berada di wilayah Indonesia masih dimungkinkan.

Tags: